Page 6 - Penyerahan CPOB RSUD Sardijto
P. 6
Dengan standar kualitas tersebut, Penny menyatakan Indonesia akan mampu melakukan percepatan
industri farmasi dan alat kesehatan hingga pada ujungnya mampu memenuhi aspek kemandirian
tanpa tergantung pada produk impor. "Ini tanggung jawab kita untuk melakukan proses ini sehinga
UTD memenuhi standar internasional sekaligus membangun sistem ketahanan kesehatan nasional
tanpa tergantung impor, termasuk dalam produksi plasma darah," katanya.
Sebagai dasar dan tahap awalnya dalam proses CPOB di UTD, penyediaan bahan baku darahnya harus
disiapkan dengan baik, disusul teknologi dan SDM yang memadai. "Kami betul-betul berkomitmen
mendampingi, melakukan asistensi, mengawal secara regulasi, juga sarana prasaranya untuk
melengkapi UTD dengan cara produksi obat yang baik," kata dia.
UTD pun menjadi kunci dan garda depan layanan transfusi darah yang vital di masa pandemi. "CPOB
untuk UTD ini menjadi titik awal bagi kemandirian kesehatan," katanya. Untuk itu, setelah UTD di RSUP
Dr.Sardjito, BPOM menargetkan dalam dua tahun akan membantu sertifikasi CPOB di 10 UTD yang
tersebar di sejumlah wilayah. "Harapannya ini menjadi inspirasi dan semangat membangun
kemandirian untuk mendapat produk darah yang membutuhkan kerjasama kita semua," ujarnya.
Atas capaian ini, RSUP Dr. Sardjito dianugerahi penghargaan dari Museum Rekor Indonesia (MURI)
sebagai UTD RS pertama yang tersertifikasi CPOB. Adapun Direktur Utama RSUP Dr. Sardjito Eniarti
menyatakansertifikasi CPOB ini sebagai bentuk ikhtiar RS tersebut memberi pelayanan prima. "Kami
berharap bisa memberi yang terbaik pada masyarakat dan bangsa dengan menjadi UTD RS di bawah
Kemenkes pertama yang mendapat sertifikat CPOB dari BPOM," katanya.
Menurutnya, standar layanan CPOB di UTD merupakan bagian dari inovasi rumah sakit pemerintah
yang sangat membantu masyarakat. "Mudah-mudahan jadi semangat kami untuk tak berhenti pada
UTD, tapi juga jadi ikhtiar kami dengan BPOM untuk mendapat CPOB untuk produk kami yang lain,"
ujar Eniarti.