Page 44 - Nona Bupu Pemandu Cilik
P. 44

“Saya...” ucapan saya terhenti saat Ibu Sinta menatap lekat-lekat wajah saya yang


          mulai basah oleh tetesan keringat.


                 “Lanjutkan,” ucap Ibu Sinta.



                  “Saya ingin meminta maaf,” ucap saya.



                 Semua  orang  yang  mendengarnya  tampak  heran.  Begitu  pun  Tuti  dan  Sherlin


          yang terlihat bingung dan saling pandang. Ibu Sinta menggeser badannya hingga posisi

          duduknya berubah. Kali ini pandangannya menjurus kepada saya.



                 “Nona?” tanya Ibu Sinta seakan-akan meminta penjelasan.



                 “Saya minta maaf karena saya belum menyelesaikan karangan ini.”



                 “Itu?” tanya Ibu Sinta sambil melontarkan senyum tipis.


                 Saya melirik Ibu Sinta sebentar lalu memusatkan pandangan pada buku tulis.



                 “Sekedhi, Ibu.”



                 “Bhai apa,” jawab Ibu Sinta ramah.



                 “Beberapa      hari   ini,   saya    menemani       Kak    Tiara    berjalan-jalan.     Saya

          memandunya mendaki Gunung Inerie, menghadiri upacara adat ka sa’o dan berendam di


          air panas Malanage. Saya juga mengajaknya menikmati uta tabha dan lawar ikan. Kak Tiara


          sangat menyukainya.” Saya menarik napas panjang sebelum lanjut merapal.



                 “Siapa itu Kak Tiara?” tanya Ibu Sinta.


                 “Wisatawan,” sahut Tuti dari bangkunya.









          36
   39   40   41   42   43   44   45   46   47   48   49