Page 45 - Nona Bupu Pemandu Cilik
P. 45

“Kak Tiara adalah wisatawan. Ia datang dari Yogyakarta,” tambah saya.



                  Kelas  mulai  gaduh.  Semua  orang  berbisik  dengan  teman  sebangkunya  untuk

           menceritakan sosok Kak Tiara.



                  “Ssst...” Ibu Sinta mendekatkan telunjuk jarinya ke arah bibir. “Diam-diam, dengarkan


           dulu cerita Nona Bupu.”



                  Sesaat  setelah  kegaduhan  mereda,  saya  kembali  membaca.  “Saya  pergi  mendaki

           gunung bersama Tuti dan Sherlin. Saya juga memperkenalkan Kak Tiara dengan Santi. Kak


           Tiara sangat menyukai selendang tenun buatan Santi.”



                  Wajah  Santi  merah  merona  mendengar  cerita  saya.  Beberapa  teman  mendorong


           gemas bahu Santi sampai-sampai gadis Kampung Bena itu hampir terjatuh. Suasana kelas

           kembali gaduh.



                  Sejurus  kemudian  suasana  kembali  hening  saat  Ibu  Sinta  bangkit  dari  tempat


           duduknya dan berdehem. “Ehem....”



                  Saya  bersiap  melanjutkan  cerita.  “Kak  Tiara  dan  saya  memiliki  keyakinan  yang

           berbeda. Bahasa kami juga berbeda. Budaya dan adat istiadat kami pun berbeda. Penampilan


           kami juga tak sama. Tapi, kami bisa berteman dengan baik.”



                  “Ya, betul!” pekik Sherlin dari tempat duduknya.



                  “Saya sangat senang bertemu dengan Kak Tiara, sampai-sampai saya lupa belum

           menyelesaikan karangan ini,” gumam saya.



                  Segaris senyum tergambar di wajah Ibu Sinta. “Beri tepuk tangan untuk Nona Bupu!”








                                                                                                            37
   40   41   42   43   44   45   46   47   48   49   50