Page 14 - Sampul Terkepung
P. 14

Sore itu mentari masih setia menghangatkan bumi.
                 Pukul setengah lima. Kayu bakar yang akan dipakai api

                 unggun sudah tertata rapi di tengah lapangan. Sepuluh
                 anak yang bertugas membacakan Dasa Darma digeladi
                 oleh Kak Indri dan Kak Seto.
                      Hati Didin terus berdebar. Sejak ditunjuk sebagai
                 pembaca  darma  ke-2, ketua  Regu  Garuda  itu  merasa

                 was-was. “Ini pengalaman pertama. Aduh… bagaimana
                 ini?  Mampukah  aku  melakukan  tugas  itu?”  bisiknya
                 dalam hati.
                      Anak yang baru setahun ditinggal wafat ayahnya
                 itu  berusaha  tetap  tegar.  Tetap  fokus.  Ia  berusaha
                 memperhatikan  setiap  petunjuk  yang  diberikan  Kak

                 Indri dan Kak Seto.
                      Kesepuluh  anak  pembaca  Dasa  Darma  sudah
                 dalam  posisi siap.  Masing-masing  petugas  membawa
                 obor terbuat dari bambu di tangan kanannya. Mereka

                 bergerak  ke  tengah  lapangan  dalam  derap  langkah
                 yang  sama. Sesampainya  di dekat  api unggun,  anak-
                 anak itu berlari-lari kecil mengitari api unggun. Setelah
                 membentuk  formasi  melingkar,  pemimpin  barisan
                 memberi aba-aba berhenti.
                      Ardi, pembaca darma kesatu segera beraksi. Anak

                 yang paling gemuk di kelas enam itu maju satu langkah.
                      “Dasa Darma Pramuka,” ucapnya mantap.
                      “Pramuka  itu,  satu  takwa  kepada  Tuhan  Yang
                 Maha Esa.”




                                               2
   9   10   11   12   13   14   15   16   17   18   19