Page 17 - Sampul Terkepung
P. 17

berangsur  tampak  temaram.  Seperti  suasana  selesai

                 Subuh.  Tak  ada  cahaya  bulan.  Hanya  jutaan  bintang
                 sedang berpesta jauh di atas sana. Mereka memamerkan
                 keelokan warna-warninya. Indah. Teramat indah.

                      Walaupun  sudah  berlatih  sebanyak  lima  kali,
                 namanya  saja  pengalaman  pertama,  tetap  membuat
                 hati Didin belum bisa tenang. Menjelang apel api unggun

                 dimulai,  perasaannya  berdebar-debar.  Jantungnya
                 berdegup cukup keras.

                      “Ya,  Tuhan.  Berikanlah  kekuatan.  Semoga  aku
                 mampu melaksanakan tugas ini dengan baik!” doa anak
                 yang  dikenal  rajin  berjamaah  ke  masjid  itu  dengan

                 memejamkan mata.
                      Waktu terus bergerak secepat meteor jatuh dari

                 langit.  Barisan  petugas  pembaca  Dasa  Darma  sudah
                 bergerak. Suara hentakan sepatunya terdengar cukup
                 jelas di tengah suasana sunyi.

                      “Berhenti…grak!”  aba-aba  Ardi  yang  bertugas
                 memimpin.
                      Ketua kelas enam itu melangkah menuju ke pembina

                 apel.  “Lapor,  pembacaan  Dasa  Darma  Pramuka  siap
                 dilaksanakan!”
                      “Lanjutkan!” jawab Kak Ashadi, Kamabigus yang

                 malam itu menjadi pembina apel.
                      “Lanjutkan!” sahut Ardi tegas.




                                               5
   12   13   14   15   16   17   18   19   20   21   22