Page 21 - Sampul Terkepung
P. 21

Didin masih teringat, betapa laki-laki yang penuh
                 tanggung  jawab  itu  terbatuk-batuk  hampir  sepanjang

                 malam.  Ia  hanya  bisa membayangkan,  betapa  sesak
                 dada ayahnya mengalami semua itu.
                      Didin  juga  masih  ingat, betapa  ayahnya  selalu

                 menghindar bila ia ingin memijit-mijit tubuh kurusnya.
                 “Sudah,  kamu  tidur  saja.  Besok  kesiangan  bangun.
                 Jangan sampai terlambat ke sekolah! Bapak tidak apa-
                 apa, Din.” Kata-kata itu selalu diingatnya.
                      Malam  tinggal sepertiganya.  Tenda-tenda  dan

                 rerumputan basah oleh tetesan embun. Didin baru bisa
                 terlelap,  berlayar  mengarungi  samudera  mimpinya
                 tentang cinta alam dan kasih sayang sesama manusia.


































                                               9
   16   17   18   19   20   21   22   23   24   25   26