Page 55 - Masa-il-Diniyyah-Buku-Kedua_Dr.-H.-Kholilurrohman-MA
P. 55
shalawat atas Rasul setelah adzan; salah satunya adalah hadits
riwayat Muslim, Rasulullah bersabda: "Jika kalian mendengar
suara adzan maka ucapkanlah sebagaimana diucapkannya kemudian
bershalawatlah untukku". Yang kedua adalah hadits yang
dikeluarkan oleh al Hafizh Abu ya'la dalam Musnadnya
Rasulullah bersabda: "Barang siapa mendengar namaku disebutkan
maka bershalawatlah untukku" dalam riwayat lain disebutkan:
"Barang siapa mendengar namaku disebutkan di sisinya maka bacalah
shalawat atasku", maka dengan demikian sanad dari hadits ini
menjadi kuat dan tidak diperselisihkan lagi keshahihan hadits
ini.
Dari dua hadits shahih di atas dapat disimpulkan baik
Mu'adzdzin atau yang mendengarnya (mustami') kedua-duanya
dianjurkan untuk membaca shalawat atas nabi dengan suara
lirih atau keras. Jika kemudian dikatakan bukankan para
mu'adzdzin di zaman Rasulullah tidak pernah membaca
shalawat atas nabi dengan suara keras?!, maka kita katakan
juga kepadanya: Rasulullah tidak pernah melarang umatnya
untuk membaca shalawat atasnya kecuali dengan suara pelan.
Tidak semua hal yang tidak dilakukan di masa Rasulullah
hukumnya haram atau makruh, melainkan harus ada dalil
yang mengharamkannya atau ada ijtihad ulama mujtahid
seperti Imam Abu Hanifah, Malik, Syafi'i Ahmad dan ulama-
ulama lainnya yang telah mencapai kreteria seorang mujtahid
yakni yang telah mencapai syarat-syarat seseorang menjadi
mujtahid seperti Ibn Mundzir, Ibn Jarir dan lain-lain.
Mengeraskan suara dalam membaca shalawat setelah adzan
telah menjadi tradisi umat Islam dari masa ke masa karena itu
para ulama hadits dan ulama fiqh menganggapnya sebagai
52