Page 133 - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Compile 18 Januari 2019
P. 133

Makam Moh.Said di bu Hanifah di masa
                                                                                                             A
                                                                                                             t Taman Wijayabratauanya
                                                                                                             ( (Sumber: Moehkardi, Sumber foto:
                                                                                                             P 1982/1983:127.)erpustakaan
                                                                                                             Nasional Republik
                                                                                                             Indonesia)
 menjadi awal karier luar negerinya. Dalam masa jabatannya itu ia diangkat sebagai anggota delegasi RI
 ke Konferensi UNICEF di New York. Kemudian pada bulan Oktober 1951 ia bersama dengan Ahmad
 Subardjo ikut menghadiri Konferensi Perdamaian di San Fransisco, Amerika Serikat. Pada tahun itu
 juga Abu Hanifah diangkat menjadi penasihat delegasi Indonesia ke Goodwill Mission Indonesia di
 Canberra, Australia. Pada tahun 1953 ia kembali menjadi anggota delegasi RI ke Perserikatan Bangsa-
 bangsa dan menjadi ketua delegasi sampai dengan tahun 1957. Jabatan itu, jika dibandingkan dengan
 masa kini, sama dengan Duta Besar Indonesia untuk PBB.

 Selepas dari jabatannya sebagai Duta Besar Indonesia di PBB, Abu Hanifah beberapa kali masih terpilih
 menjadi anggota atau ketua delegasi RI ke beberapa forum internasional, sampai akhirnya pada tahun
 1958 ia dipanggil ke istana oleh Presiden Soekarno. Dalam pertemuan itu ia mendapat tugas sebagai
 Duta Besar di Italia, yang dijalaninya sampai dengan tahun 1960. Selama menjabat sebagai Duta Besar
 RI untuk Italia ia masih diberi tugas tambahan, seperti menjadi delegasi RI ke negara-negara yang baru
 merdeka di benua Afrika bagian barat dan Selatan; menjadi wakil pemerintah RI dalam membicarakan
 permasalahan dunia—seperti pemberontakan rakyat Hongaria terhadap Perdana Menteri Kadar,
 beberapa pemberontakan di Afrika seperti di Tunisia, Maroko, dan Aljazair; dan bahkan juga menjadi
 anggota delegasi di PBB dalam pembicaraan Irian Barat.

 Selama kariernya ia mendapat banyak penghargaan baik dari dalam negeri maupun luar negeri, misalnya
 bintang kehormatan dari Vatikan dan pemerintah Italia atas jasanya menyelamatkan gereja-gereja
 Katholik di Sukabumi pada masa pendudukan Jepang, yaitu Medal of the Italian Navy dan Medal of Merit,
 Holy See, yang diserahkan oleh Paus Yohannes XXIII di Roma. 5

 Pada tahun 1961 ia kembali diangkat menjadi Duta Besar RI untuk Brazil. Masyarakat Brazil pada
 waktu itu umumnya belum mengenal Indonesia. Oleh karena itu, sebagai Duta Besar, ia berupaya
 memperkenalkan negara dan bangsa Indonesia kepada rakyat Brazil dalam berbagai kesempatan, antara
 lain dengan menghadiri dan berbicara dalam berbagai konferensi internasional di Chilie, Argentina, dan
 Guatamala. Selain itu ia juga sering menyelenggarakan gelar budaya Indonesia. Dengan bantuan staf
 kedutaan ia juga mengadakan bazar dan pameran hasil-hasil kerajinan Indonesia. Di samping itu ia
 menulis buku dengan judul Indonesia My Country, yang diterjemahkan ke dalam bahasa Portugis (bahasa
 resmi Brazil) dengan judul Indonesie Meu Paese. Buku ini memuat sejarah singkat terbentuknya Negara
 Indonesia, perjuangannya, pemerintahannya, serta pembangunannya sampai sekitar tahun 1962. Upaya
 membina hubungan baik antara Indonesia dan Amerika Latin tidak hanya dengan Brazil saja, tetapi
 juga dengan negara-negara lain. Pada tahun 1963, misalnya, ia memimpin delegasi RI ke negara-negara
 Amerika Latin dan Amerika Tengah. Atas jasa-jasanya mengembangkan pershabatan itu ia memperoleh
 bintang kehormatan Grant Cross – Cruseire de Sul dari pemerintah Brazil. Sementara pemerintahan RI
 pada tahun 1966 menganugerahkan bintang Satya Lencana Karya Satya.


 KARYA TULIS


 Sebagai seorang dokter Abu Hanifah beruntung karena mewarisi bakat ayahnya sebagai seorang pemusik
 dan penulis. Bakatnya  sebagai pemusik, khususnya  sebagai pemain biola, pernah “dikembangkan”
 semasa menjadi pelajar STOVIA. Seperti telah disinggung di atas, STOVIA terkenal dengan organisasi-
 organisasi kesenian, seperti musik, wayang, dan gamelan, dan Abu Hanifah aktif di perkumpulan musik.
 Keahliannya dalam memainkan biola pernah menjadi solusi mengatasi masalah dana pendidikannya,
 yang berkali-kali menimpa karena wesel orang tuanya datang terkambat. Pada dasarnya keterlambatan
 seperti itu umum terjadi karena infrastruktur dan transportasi pada masa itu relatif masih sederhana
 jika di bandingkan masa kini. Untuk mengatasi masalah kekurangan dana itulah ia sering manggung
 dengan biolanya.




 120  MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA 1945-2018  MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA 1945-2018  121
   128   129   130   131   132   133   134   135   136   137   138