Page 135 - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Compile 18 Januari 2019
P. 135

Adapun bakatnya dalam bidang tulis-menulis mulai dikembangkan sejak tahun 1926, tepatnya sejak   harus diakui pula bahwa banyak kesalahan dan kecerobohan yang tidak sengaja di dalamnya, misalnya
 aktif sebagai pemimpin redaksi (Pemred) buletin  Jong Islamieten Bond, yang kemudian dilanjutkan   salah menuliskan kepanjangan NICA. Abu Hanifah mengatakan NICA merupakan kependekan dari
 menjadi Pemred majalah Pemuda Indonesia. Selain menulis dalam buletin dan majalahnya sendiri ia juga   Netherlands Indies Civil Affairs, padahal yang benar adalah Netherlands Indies Civil Administration. Menurut
 mengirimkan tulisannya ke majalah lain, misalnya mingguan Indonesia Raya. Selain tulisan-tulisan populer   Achdiat, dengan “Tales” itu Abu Hanifah termasuk salah seorang Indonesia yang beruntung mampu
 dan ringan, kadangkala ia menulis artikel yang serius berisi kritikan terhadap kebijakan pemerintah   membukukan dongeng-dongengnya  di samping  Sutan Syahrir dengan  Renungan Indonesia-nya, T.B.
 Hindia Belanda. Akibatnya sesekali ia harus berurusan dengan Politie Inlichten Dienst (PID).Tulisan-  Simatupang dengan Laporan dari Banaran-nya, dan Moh. Bondan dengan Genderang Proklamasi-nya. 6
 tulisannya yang dimuat pada tahun 1939-1940, terutama yang dimuat dalam majalah Panji Islam Medan,
 membuat dirinya terkenal atau dikenal para pembaca.   Beberapa  buku  fiksi  juga  lahir  dari  tangan  Abu  Hanifah.  Berbeda  dengan  buku-buku  kedokteran
               yang selalu menggunakan nama aslinya, dalam menulis cerita fiksi ia menggunakan nama samaran, El
 Ia juga menulis banyak artikel yang bersifat akademik dan dimuat oleh berbagai majalah berbahasa   Hakim. Karya-karya itu antara lain Dewi Reni, Mambang Laut, Taufan di atas Asia, Insan Kamil, Rokayah,
 Belanda, Inggris, dan Jerman. Salah satu karya ilmiah itu adalah “Strumma Endemica in de Koeantan   dan Dokter Rimbu. Dua karyanya yang disebut pertama, yang ditulis sebelum kemerdekaan, pernah
 Districten (Midden-Sumatra)”, yang merupakan hasil penelitiannya di bidang kedokteran pada   dipentaskan oleh kelompok Sandiwara Maya pada masa Pendudukan Jepang. Dokter Rimbu berkisah
 masyarakat di Sumatera Tengah. Dari penelitian itu ia menemukan adanya penyebaran penyakit gondok   tentang kehidupan seorang dokter bernama Hakam yang mengabdikan dirinya pada perkerjaan
 di kalangan masyarakat di daerah-daerah pedesaan.  sebagai seorang dokter pada masyarakat “Rimbu” yang jauh dari kota dalam kondisi yang relatif miskin
               sehingga tidak mampu menyisihkan uang untuk memelihara kesehatannya, ditambah lagi dengan adat
 Tulisan lain di bidang kedokteran yang telah dibukukan antara lain Ibu dan Anak, yang berisi cara-cara   istiadat yang  kolot yang  masih dipegang terus  oleh masyarakat tersebut. Kisah itu pada  dasarnya
 pemeliharaan dan penjagaan kesehatan ibu yang sedang hamil dan bayinya sejak masih dalam kandungan   merupakan sebagian dari pengalamannya sewaktu bertugas sebagai dokter. Buku ini ditulis pada tahun
 sampai melahirkan. Buku ini dicetak untuk pertama kali pada tahun 1936. Pada dasarnya karya itu   1949 sewaktu terjadi konflik bersenjata antara kaum republikein dan kaum kolonialis Belanda beserta
 ditujukan  untuk  masyarakat  Indonesia  di daerah  Sumatera  Barat  tempat  ia  pernah  bertugas. Jadi   antek-anteknya mulai mereda dan diakhiri dengan KMB.
 semacam rasa terima kasih kepada masyarakat daerah itu. Buku tersebut sudah mengalami cetak ulang
 yang disertai perbaikan isinya. Pada tahun 1979, misalnya, buku ini dicetak kembali untuk kedelapan   Karya-karya lain buah tangannya pada masa “pensiun” dari tugas-tugas negara berupa artikel yang
 kalinya dengan mendapat tambahan satu bab, yaitu bab tentang keluarga berencana.  disampaikannya pada acara diskusi dan di berbagai intansi. Beberapa ceramahnya diterbitkan sebagai buku
               kecil oleh Yayasan Gunung Agung, di antaranya Renungan Perjuangan Bangsa Dulu dan Sekarang (1977),
 Buku-buku nonfiksi lain karya Abu Hanifah antara lain Perang, Damai, dan Kolonialisme; Rintisan Filsafat   Indonesia dalam Pergeseran Peta Politik Internasional (1975), dan Pemuda Tidak Boleh Pernah Puas (1979).
 Jilid I dan II; Cita-cita Perdjoangan; Agama dan Republik Indonesaia; Pahlawan-pahlawan Islam Abad 16 dan
 17; dan Renungan Perjuangan Bangsa Dulu dan Sekarang. Karya yang disebut terakhir, yang diterbitkan   Abu Hanifah meninggal dunia pada hari Jum’at pukul 3.34 subuh bertepatan dengan tanggal 4 Januari
 oleh Yayasan Idayu tahun 1978, merupakan ceramah ilmiahnya pada 6 Nopember 1977 di Gedung   1980. Menurut keterangan keluarga ia meninggal setelah cukup lama menderita penyakit lever dan
 Kebangkitan Nasional, Jakarta. Isi ceramah itu menguraikan tumbuh kembang pergerakan nasional sejak   komplikasi dari pembengkakan pembuluh darah (trombosit) yang dideritanya sejak tujuh bulan
 Budi Utomo berdiri sampai dengan terbentuknya RIS sebagai hasil kesepakatan KMB. Sebagai sebuah   terakhir. Sebelum dimakamkan di pemakaman umum Karet, jenazahnya disembahyangi di masjid Al-
 renungan, pada bagian akhir tulisannya ia mengajak untuk merenungi bagaimana upaya para pendahulu   Azhar, Kebayoran Baru. Dalam acara pemakamannya, Prof. Mochtar Kusumaatmadja menyampaikan
 dalam menegakkan negara dan bangsa Indonesia. “Kalau dilihat dari kaca mata sekarang Kabinet RIS   sambutannya mewakili pemerintah Orde Baru.
 ini penuh dengan teknokrat-teknokrat. Tetapi sebenarnya mereka juga sekaligus pemimpin-pemimpin
 rakyat yang berjuang benar-benar untuk kemerdekaan Bangsa dan Negara. Bukan teknokrat tok.
 Tetapi tidak dapat diingkari bahwa kabinet terpaksa bekerja keras. Bayangkan, mempunyai hutang
 jutaan gulden, tidak ada satu sen simpanan, segala ekonomi masih kucar kacir, dan ongkos-ongkos
 negara amat besar. Hal ini sering dilupakan benar.” Hal ini juga patut direnungkan oleh yang menamakan
 dirinya Orde Baru, kata Abu Hanifah.

 Abu Hanifah juga menuliskan buah pikirannya dalam bahasa Inggris dan diterbitkan di luar negeri,
 antara lain Indonesia My Country (vol. I dan II) yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Portugis
 dengan judul Indonesia Meu Oase. Buku ini diterbitkan pada tahun 1961 sewaktu ia menjabat sebagai
 duta besar RI untuk Brazil. Ia juga menerbitkan Conflict in the Pasific dan Tales of Revolution. Buku
 yang disebutkan terakhir ditulis sebagai reaksi terhadap buku biografi Soekarno karya Cindy Adams.
 Sebab, menurut pendapatnya, banyak isi cerita yang ditulis oleh Cindy Adams tidak benar, banyak
 mengandung kebohongan di dalamnya. Oleh karena itu, selain ada yang memujinya, tidak sedikit pula
 yang mengkritik dengan keras. Mereka menilai Abu Hanifah “kurang jantan” karena berani mengkritik
 karya Cindy Adams setelah Bung Karno yang menjadi tokohnya meninggal dunia. Salah seorang reviewer
 atau kritikus yang cukup netral dan relatif objektif terhadap buku Tales of a Revolution karya Abu Hanifah
 adalah Achdiat Kartamihardja. Menurut pendapat Achdiat, karya tersebut merupakan karya yang lebih
 mengikat, lebih bagus daripada karya-karya sastra yang pernah ditulis oleh Abu Hanifah, walaupun




 122  MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA 1945-2018  MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA 1945-2018  123
   130   131   132   133   134   135   136   137   138   139   140