Page 140 - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Compile 18 Januari 2019
P. 140

Bahder Djohan





                                                                                                                                                                  Bahder Djohan merupakan seorang dokter tamatan School Tot Opleiding Voor Indische Artsen
                                                                                                                                                                  (STOVIA) (Indisch Art) yang pernah menjabat sebagai Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan
                                                                                                                                                                  (PP&K) dua periode dalam dua kabinet berbeda. Periode pertama pada masa Kabinet Natsir yang
                                                                                                                                                                  berlangsung dari tanggal 6 September 1950 sampai dengan 20 Maret 1951, sedang periode kedua pada
                                                                                                                                                                  masa Kabinet Wilopo yang berlangsung sejak 3 April 1952 sampai dengan 30 Juli 1953.

                                                                                                                                                                  Bahder Djohan lahir di Lubuk Begalung, Padang, pada 30 Juli 1902, putra seorang jaksa terpandang
                                                                                                                                                                  di Sumatera Barat, bernama Mohammad Rapal gelar Sutan Boerhanuddin, asal Koto Gadang, Agam,
                                                                                                                                                                  Bukittinggi, Sumatera  Barat. Ibunya  bernama  Lisah  asal Padang, Sumatera  Barat. Bahder  Djohan
                                                                                                                                                                  merupakan anak kelima dari sepuluh bersaudara, lima laki-laki dan lima perempuan.

                                                                                                                                                                  Sampai dengan awal abad ke-20 masih sangat sedikit kaum pribumi Indonesia yang mengenyam
                                                                                                                                                                  pendidikan  formal di sekolah dengan  sistem Barat. Selain segan  menyekolahkan putra-putrinya
                                                                                                                                                                  ke sekolah Belanda yang “sekuler”, banyak keluarga pribumi muslim lebih memilih mengirimkan
                                                                                                                                                                  putra-putrinya ke madrasah atau pesantren yang mengajarkan pendidikan agama Islam. Untuk bisa
                                                                                                                                                                  menjadi peserta  didik pada sekolah-sekolah pemerintah pun ternyata tidak mudah. Ada semacam
                                                                                                                                                                  diskriminasi sehingga hanya anak-anak orang kaya, anak orang terpandang, atau anak orang berpangkat

                             Masa Jabatan                                                                                                                         yang diterima pada sekolah-sekolah tersebut. Bahder Djohan beruntung karena orang tuanya jaksa
                                                                                                                                                                  terpandang  di daerahnya, berpikir relatif  modern, serta  melihat  sekolah  pemerintah  yang  sekuler
                             6 September 1950 - 27 April 1951 dan                                                                                                 itu akan membawa perubahan bagi keluarganya, khususnya anak-anaknya. Oleh karena itu sewaktu

                             3 April 1952 - 30 Juli 1953                                                                                                          umurnya menginjak 6 tahun, yang bertepatan dengan tahun 1908, ia disekolahkan ke sekolah dasar—
                                                                                                                                                                  yang pada masanya dikenal dengan nama “Sekolah Melayu”—di kota kelahiran ibunya, Padang. Sekolah
                                                                                                                                                                  dengan menggunakan sistem pengajaran Belanda atau Barat mulai diperkenalkan di Sumatera Barat
                                                                                                                                                                  pada  tahun  1853  dengan  didirikannya  sekolah  kelas  dua  (Sekolah  Melayu) di Padang. Tiga  tahun
                                                                                                                                                                  kemudian Pemerintah Hindia Belanda mendirikan sekolah serupa di Bukittinggi. Sekolah itu kemudian
                                                                                                                                                                  dikenal dengan sebutan “Sekolah Raja”.

                                                                                                                                                                  Seperti umumnya pegawai negeri yang suatu waktu pindah tempat tugas dari satu kota ke kota lainnya,
                                                                                                                                                                  demikian pula dengan Sutan Boerhanuddin, ayah Bahder Djohan. Dari Padang tugasnya sebagai jaksa
                                                                                                                                                                  dipindahkan ke Payakumbuh, lalu dipindahkan lagi ke Pariaman. Perpindahan tugas itu membuat Bahder
                                                                                                                                                                  Djohan juga terpaksa harus pindah sekolah ke Bukittinggi. Di kota yang sejuk ini memang sudah ada
                                                                                                                                                                  sekolah yang didirikan Belanda pada paruh akhir abad ke-19, yaitu Normaals School, yang merupakan
                                                                                                                                                                  sekolah pendidikan guru bagi kaum pribumi. Sekolah ini berdiri sebagai wuhud Peraturan Pemerintah
                                                                                                                                                                  yang membolehkan kaum pribumi bersekolah di sekolah-sekolah Belanda; bahkan—menurut laporan
                                                                                                                                                                  Gubernur van Swieten tanggal 12 Februari 1852—sejak tahun 1819 di kota Padang telah berdiri sekolah
                                                                                                                                                                  yang disubsidi kaum missionaris untuk, terutama, penduduk pribumi yang beragama Kristen. 1

                                                                                                                                                                  Pada tahun 1913 Pemerintah Hindia Belanda mendirikan 1 Klasse Inlandsche School atau “sekolah
                                                                                                                                                                  kelas I” di Sumatera Barat, yang masa pendidikannya selama enam tahun. Sebelumnya sudah ada
                                                                                                                                                                  Tweede Klasse Inlandshe School, yang oleh masyarakat Jawa disebut sekolah “angka loro” dengan
                                                                                                                                                                  masa pendidikan hanya tiga tahun. Pada dasarnya Sekolah Kelas Dua bertujuan untuk memberantas
                                                                                                                                                                  buta huruf dan belajar ilmu berhitung. Bahasa Belanda juga dipelajari, tetapi sebagai bahasa pengantar
                                                                                                                                                                  dan bukan sebagai bahasa pengetahuan. Adapun yang menjadi bahasa pengantar adalah bahasa daerah.
                                                                                                                                                                  Lulusan Tweede Klasse Inlandsche School alias Angka Loro dapat meneruskan pendidikan ke Schakel
                                                                                                                                                                  School (semacam sekolah persamaan) selama lima tahun. Tamatan Schakel School dinilai sederajat
                                                                                                                                                                  dengan tamatan Hollandsch Indlandsche School (HIS) yang berbahasa pengantar bahasa Belanda.




                             128  MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA 1945-2018                                                                                                             MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA 1945-2018  129
   135   136   137   138   139   140   141   142   143   144   145