Page 145 - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Compile 18 Januari 2019
P. 145
Sekedar untuk mengingatkan kembali STOVIA pada dasarnya merupakan peningkatan dari suatu pengalaman hidup yang mandiri semasa di HIS dan MULO membuatnya tidak hanyut dalam perasaan.
“sekolah” kesehatan yang sudah berdiri sejak tahun 1850, yaitu sekolah paramedic yang disebut “Sekolah Rasa rindu kepada teman akrabnya itu dijadikan motivasi untuk lebih giat memajukan JSB. Apalagi
Dokter Djawa”. Pada awalnya sekolah ini dipersiapkan untuk mendidik para calon tenaga medis dari komunikasi dengan Hatta tidak putus sama sekali walaupun temannya itu berada di negeri Belanda.
kaum pribumi dalam rangka membantu Dinas Kesehatan Tentara Kerajaan Belanda mengatasi epidemi Sesekali datang surat Hatta atau artikel Hatta tentang ekonomi dan perekonomian sampai ke tangannya
beberapa jenis penyakit di Jawa, khususnya epidemi penyakit cacar. Meningkatnya kebutuhan tenaga untuk dimuatkan pada media massa di Indonesia. Faktor ini pula yang membuat Bahder Djohan secara
8
medis membuat sistem Pendidikan Sekolah Dokter Djawa pun mengalami perubahan, sampai akhirnya sadar memasuki dunia politik pergerakan yang mengandung risiko dalam suatu waktu ia akan kehilangan
diputuskan untuk menutupnya dan diganti oleh STOVIA. Pihak yang berjasa dalam mencarikan dana guna atau terampas kebebasannya.
membangun gedung STOVIA adalah Dr. H.F. Roll. Ia berhasil mengumpulkan dana dari para pengusaha
swasta sebesar f 178.000 (seratus tujuhpuluh delapanribu gulden). Kegiatan Bahder Djohan dalam organisasi dan pergerakan nasional, khususnya pergerakan pemuda,
semakin meningkat pasca kepergian Hatta ke negeri Belanda. Sebagai salah satu Pengurus Besar JSB
Pada tahun 1919 pemerintah Hindia Belanda membuat Gedung STOVIA baru di daerah Salemba. ia ikut memprakarsai penyatuan semua organisasi kepemudaan guna tercapainya persatuan Indonesia.
Pembangunan tahap pertama selesai pada tahun 1920 dan pembangunan baru selesai seluruhnya Seperti sudah banyak diungkapan dalam karya-karya sejarah akademik, para pemimpin organisasi
pada tahun 1926, sehingga semua kegiatan pembelajaran sepenuhnya pindah ke Salemba. Gedung pemuda akhirnya sepakat untuk menyelenggarakan “kerapatan besar pemuda”, yang kemudian terkenal
lama yang beralamat di Hospitaalweg (sekarang Jl. Dr. Abdul Rahman Saleh 26) kemudian digunakan dengan sebutan Kongres Pemuda yang untuk pertama kali diselenggarakan pada 30 April–2 Mei 1926
untuk MULO. Klinik dan Pendidikan klinik juga dipindahkan ke Centrale Burgerlijke Ziekenhuis (CBZ) di Jakarta. Hampir seluruh organisasi pemuda ikut terlibat dalam kongres tersebut, seperti Jong Java,
yang menghadap jalan Oranje Boulevaard (sekarang Jalan Diponegoro). Sejalan dengan pembangunan JSB, Jong Ambon, Sekar Rukun, Jong Islamieten Bond, Studeerende Minahasaers, Jong Bataks Bond,
Gedung Pendidikan STOVIA di Salemba pada tahun 1923 kurikulum pendidikannya juga mengalami dan Pemuda Kaum Theosofi.
perubahan, antara lain diperkenalkannya sistem ujian semester. Mata pelajaran klinis waktunya
diperpanjang setengah tahun dengan menambahkannya pada tingkat persiapan. Kedudukan para dosen Bertindak sebagai pengundang, suatu kepanitiaan yang terdiri dari beberapa pengurus organisasi pemuda
klinis yang bekerja di rumah sakit diatur secara resmi. yang dipimpin oleh Muhammad Thabrani sebagai ketua dan Jamaluddin sebagai sekretaris. Adapun
Bahder Djohan duduk sebagai pembantu bersama Sanusi Pane, Paul Pinotoan, Hamami, Sabarani,
Gedung STOVIA kemudian menjadi monumental dalam sejarah perkembangan bangsa Indonesia, dan Yan Toule Saulehuwly. Dalam kongres pemuda yang pertama ini Bahder Djohan menyampaikan
karena bukan saja banyak tokoh pergerakan nasional lahir dari STOVIA tetapi juga di Gedung pidatonya dengan judul “De Positie van de Vrouw in de Indonesische Samenleving” (Kedudukan kaum
STOVIA ini beberapa organisasi pemuda didirikan, seperti Boedi Oetomo (20 Mei 1908), Tri Koro wanita dalam Masyarakat Indonesia). Tulisannya itu ternyata mendapat respon negatif dari kalangan
Dharmo (7 Maret 1915), dan Jong Soematranen Bond (9 Desember 1917). pemerintah Hindia Belanda sehingga dilarang beredar.
Seperti telah disinggung di atas, Bahder Djohan mulai menginjakkan kaki di komplek perguruan Bukan hanya Bahder Djohan yang menyampaikan pidato dalam bahasa Belanda. Hampir semua
STOVIA pada tahun 1919. Tidak sulit baginya menyesuaikan gaya hidup dengan situasi kehidupan menyampaikan pidato dalam bahasa Belanda karena bahasa Belandalah yang digunakan sebagai bahasa
pendidikan dan asrama STOVIA. Apalagi hubungan antar pelajar kaum pribumi dari berbagai daerah pengantar, termasuk dalam mendiskusikan bahasa apa yang akan dijadikan sebagai bahasa persatuan:
dan etnik relatif longgar dan akrab sehingga mempermudah untuk menyambung tali persahabatan. bahasa Jawa atau bahasa Melayu. Meskipun menggunakan bahasa Belanda, tetapi semangat untuk
Mereka umumnya merasa berada dalam satu keluarga besar. Apalagi adanya perasaan senasib, yang mencapai persatuan Indonesia dihembuskan dengan kuat, bahkan sampai Indonesia merdeka. Kongres
tentu saja berbeda dengan orang-orang Belanda atau Indo, mendorong mereka masuk ke dalam suatu Pemuda I dapat dikatakan memberikan dasar kuat pada lahirnya Sumpah Pemuda yang dideklarasikan
organisasi perjuangan, seperti Jong Java, JSB, dan organisasi pemuda lainnya. pada Kongres Pemuda II dua tahun kemudian, karena dalam kongres pertama dirumuskan “ikrar
pemuda” yang kelak menjadi “sumpah pemuda”. Pada kongres pertama ini pula dilahirkan “bahasa
Bahder Djohan kembali aktif dalam JSB Jakarta, bahkan pada tahun 1919 ia dipercaya oleh organisasi itu Indonesia” sebagai bahasa persatuan, menggantikan bahasa Melayu yang semula menjadi kandidat
menghadiri Kongres Nasional JSB pertama pada bulan Juni 1919 di Jakarta. Salah satu agenda kongres kuat sebagai bahasa persatuan Indonesia dan sudah masuk dalam rumusan Ikrar Pemuda yang disusun
pada waktu itu adalah memilih pengurus baru bagi Pengurus Besar JSB. Hasilnya, Amir terpilih sebagai oleh Muhammad Yamin. Ide “bahasa Indonesia” berasal dari Muhammad Thabrani, Ketua Kongres
ketua, Bahder Djohan sebagai sekretaris, dan Mohammad Hatta sebagai bendahara.
Pemuda I, yang kemudian mendapat dukungan kuat dari Sanusi Pane. Namun Ikrar Pemuda akhirnya
9
Rupanya kegiatan JSB kembali mempertemukan Bahder Djohan dengan Mohammad Hatta. Keduanya tidak dideklarasikan pada akhir kongres itu untuk memberi kesempatan kepada Muhammad Yamin
7
menjadi semakin akrab setelah Hatta pindah ke Jakarta. Tiap Sabtu sore Hatta datang bertandang ke mempelajarinya dan dibicarakan dalam kongres pemuda yang akan datang.
asrama STOVIA dengan naik sepeda ontelnya untuk kemudian berjalan kaki bersama ke Pasar Baru Pada tanggal 12 November 1927 Barder Djohan dapat membuktikan bahwa aktivitasnya dalam
atau ke Senen. Kadang-kadang Amir, yang menjadi Ketua PB JSB, juga ikut bergabung berjalan bersama organisasi pemuda dan pergerakan nasional tidak mengganggu masa pendidikannya di STOVIA. Pada
atau nonton bioskop. Sambil makan atau sekedar ngopi di satu kedai di wilayah Senen seringkali mereka tanggal itu ia menerima gelar Indische Arts sebagai bukti berakhirnya masa pendidikan di STOVIA
mendiskusikan atau bertukar pikiran tentang berbagai kehidupan sosial-ekonomi dan politik, terutama dengan baik.
nasib kaum pribumi. Sebagai pelajar STOVIA, Bahder Djohan ternyata sangat tertarik pada masalah-
masalah kebudayaan, sedangkan Hatta yang mempelajari ekonomi tertarik pada masalah politik,
khususnya politik kebangsaan. MENJADI PEGAWAI PEMERINTAH
Pada tahun 1921 Mohammad Hatta berangkat ke negeri Belanda untuk meneruskan pendidikan, Setelah menjadi dokter, Bahder Djohan diterima bekerja sebagai pegawai pemerintah dan ditempatkan
yang membuat Bahder Djohan merasa sedikit kehilangan teman berbincang dan berdiskusi. Namun di rumah umum sakit pusat (RSUP), Centrale Burgerlijke Ziekenhuis (CBZ). Rumah sakit itu tidak
132 MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA 1945-2018 MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA 1945-2018 133