Page 150 - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Compile 18 Januari 2019
P. 150
Upacara
penganugerahan
Tanda Kehormatan
Bintang Jasa Pratama
oleh Pemerintah
RI kepada Prof.
dr. Bahder
Terkait dengan pendidikan dan pengajaran pada masa Menteri Bahder Djohan pada dasarnya masih Djohan tanggal, 6
Desember 1980
bertumpu pada Surat Keputusan Menteri PP&K tanggal 11 November 1947 No.154, yang kemudian yang disampaikan
disempurnakan oleh Undang-undang No. 4. Tahun 1950 yang dinamai Undang-undang Dasar-dasar Menteri Kesehatan
dr. Suwardjono
Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah. Undang-undang itu menyebutkan kewajiban belajar, bahwa Suryaningrat
bertempat di
anak-anak yang sudah berumur enam tahun berhak untuk belajar di sekolah, sedikitnya enam tahun kediaman Prof. dr.
lamanya. Adapun untuk pendidikan agama telah mendapat pengakuan dari Menteri Agama. Bahder Djohan
(Sumber:
Dalam Keputusan Menteri awal tahun 1951 disebutkan ruang lingkup pekerjaan Kementrian PP&K Perpustakaan
Nasional Republik
antara lain sebagai berikut: Indonesia)
a. Menentukan corak, macam, serta isi pendidikan dan pengajaran kepada warganegara baik
di dalam maupun di luar sekolah, kecuali hal-hal yang mengenai agama dan hal-hal yang
diserahkan kepada kementrian atau instansi-instansi negara lainnya.
b. Menyelenggarakan, memimpin, menyokong, serta mengamat-amati semua macam pendidikan
dan pengajaran yang disebutkan pada butir “a”.
c. Mengamat-amati pendidikan dan pengajaran bahasa asing.
d. Menyelidiki menurut syarat-syarat ilmu pengetahuan soal-soal pendidikan dan pengajaran. Lebih kurang setahun kemudian Bahder Djohan terpilih kembali menjadi Menteri PP&K dalam
e. Menyelenggarakan statistik dan dokumentasi mengenai pendidikan dan pengajaran. Kabinet Wilopo. Kabinet ini dilantik oleh Presiden Soekarno pada tanggal 3 April 1952. Program
f. Mengikuti serta membantu perkembangan gerakan pemuda. Kabinet Wilopo mempersiapkan Pemilihan Umum, kemakmuran pendidikan rakyat, dan keamanan,
g. Menyelenggarakan bermacam-macam perpustakaan guna pendidikan dan untuk kepentingan sedangkan program luar negeri terutama menyelesaikan masalah Irian Barat serta menjalankan
penyelenggaraan pemerintahan negara. 14 politik bebas aktif.
Seperti diakui Bahder Djohan bahwa dasar-dasar pendidikan dan pengajaran sebenarnya telah disusun Jika masalah pendidikan dalam program umum Kabinet Natsir tidak begitu jelas, masalah pendidikan
oleh dua pendahulunya, yaitu Menteri PP&K Suwandi yang dilanjutkan oleh Menteri PP&K Abu Hanifah. dalam Kabinet Wilopo mendapat perhatian relatif lebih besar dengan adanya program memakmurkan
Menteri Bahder Djohan hanya menyempurnakan dasar yang telah dipersiapkan oleh dua pendahulunya pendidikan. Bahder Djohan, yang sebelumnya pernah menjadi Menteri PP&K, sangat memahami tantangan
itu sesuai dengan kemampuan dan dana yang tersedia. Dalam kunjungannya ke berbagai daerah Bahder yang harus dihadapi dalam upaya melaksanan program kabinet di bidang pendidikan dan pengajaran. Oleh
Djohan menyaksikan keadaan pendidikan yang realitanya masih jauh dari memuaskan. Masih banyak karena itu ia tidak membuat perubahan dalam program, struktur, dan personalia, sebab yang menjadi
yang harus diperbaiki, baik sarana maupun prasarananya, namun hal-hal tersebut tidak bisa diselesaikan tantangan dan memerlukan perhatian adalah dalam masalah pelaksanaan serta dana yang diperlukan untuk
seuai dengan rencana karena kekurangan dana. Dana yang ada pada Kementerian PP&K pada waktu itu mendukung pelaksanaan program. Upaya yang demikian gigih dilakukan oleh Bahder Djohan beserta para
hanya dikeluarkan untuk hal-hal yang sangat perlu dan mendesak sifatnya. pembantunya mengatasi pelbagai permasalahan yang menghambat penyelenggaraan pendidikan yang baik
untuk anak-anak serta tercukupinya guru yang kompeten di bidangnya akhirnya harus menyerah dengan
Pada masa itu keamanan belum sepenuhnya dapat dicapai, sehingga membuat tugas kabinet (pemerintah)
cukup berat. Ada dua masalah politik yang cukup berat dan harus diselesaikan oleh Kabinet Natsir. satu kenyataan ekonomi dan politik yang melanda Indonesia pada masa itu.
Pertama masalah Aceh. Daerah ini, yang selama perang kemerdekaan tidak diduduki oleh Sekutu atau Pada masa jabatannya yang kedua ada satu peristiwa cukup penting terkait dengan pendidikan dan
NICA serta tetap mendukung pemerintahan RI selama masa peperangan tersebut, merasa kecewa pengajaran, yaitu masalah bahasa pengantar dalam pembelajaran, terutama di perguruan tinggi.
oleh keputusan pemerintahan pusat menetapkan status wilayah ini hanya setingkat keresidenan di Persoalan bahasa pengantar sebenarnya sudah muncul pada masa Menteri PP&K Wongsonegoro.
bawah Sumatera Utara. Aceh di bawah Gubernur militer Tengku Muhammad Daud Syah Beureu’eh Pada bulan Desember 1951 muncul surat dari Majlis Pendidikan Pengurus Besar (PB) Persatuan Guru
tidak dapat menerima keputusan itu. Aceh menuntut untuk tetap menjadi satu provinsi. Masalah kedua Islam Indonesia (PGII) yang mengusulkan agar bahasa pengantar dalam perkuliahan di perguruan
adalah masalah Irian Barat, yang dalam keputusan KMB disebutkan akan diserahkan kepada Indonesia tinggi yang semula bahasa Belanda diganti dengan bahasa Inggris, sebab banyak mahasiswa mengalami
setahun kemudian, terhitung diakunya kedaulatan RIS oleh pemerintah Belanda. Hal ini menjadi kesulitan mengikuti perkuliahan dalam bahasa Belanda. Demikian pula dalam membaca buku-buku
tugas sekaligus beban bagi Kabinet Natsir, apalagi dalam perundingan-perundingan yang berlangsung wajib berbahasa Belanda. Sementara itu, jika menggunakan bahasa Inggris sebagai pengantar jauh lebih
pemerintah Belanda menunjukkan keengganannya menyerahkan Irian Barat ke tangan Indonesia. mudah mengingat sejak SMP dan SMA para siswa telah belajar bahasa Inggris. 15
Kabinet mendapat mosi tidak percaya dari Hadikusumo, salah satu wakil Partai Nasional Indonesia Sebelum pemerintah menanggapi permohonan PB PGII, pada bulan Januari giliran Ikatan Pemuda
(PNI). Akibat mosi tidak percaya itu akhirnya pada tanggal 21 Maret 1951 Perdana Menteri Natsir Pelajar Indonesia (IPPI) mengirimkan resolusi kepada pemerintah RI. Isinya antara lain menuntut
mengembalikan mandat kepada Presiden Soekarno. Dengan sendirinya Bahder Djohan yang agar pemerintah secara resmi menghapuskan kewajiban menggunakan bahasa Belanda sebagai
merupakan bagian dari Kabinet Natsir terpaksa harus ikut mundur pula. Dalam waktu hanya enam bahasa pengantar di perguruan tinggi, sebab kewajiban menggunakan bahasa Belanda mengakibatkan
bulan kementerian di bawah kepemimpinannya belum dapat berbuat banyak. Jabatan Menteri PP&K kemunduran pendidikan nasional. Secara tegas IPPI menuntut agar perkuliahan menggunakan bahasa
kemudian diserahkan kepada Mr. Wongsonegoro, yang dipilih Perdana Menteri Sukiman menggantikan Indonesia sebagai pengantar, melarang penggunaan bahasa Belanda di kantor-kantor, serta melarang
Kabinet Natsir sejak 26 April 1951. mengajarkan bahasa Belanda di sekolah-sekolah SMA dan yang sederajat dengan SMA. Selain itu IPPI
138 MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA 1945-2018 MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA 1945-2018 139