Page 148 - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Compile 18 Januari 2019
P. 148
Rombongan dokter Bahder Djohan diperkuat oleh dokter Aulia dan seorang dokter tentara Jepang, sekitar 400 orang pasien korban konflik bersenjata antara pihak RI (republikein) dan pihak Sekutu/
Kapten dr. Hirosato Nakamura. Berdasarkan hasil penelitian dan uji laboratorium disimpulkan bahwa NICA yang dirawat CBZ. Bangsal tempat merawat korban peperangan itu kemudian dinamai “bangsal
para romusha itu tidak mengidap penyakit meningitis melainkan penyakit tetanus. Mereka diketahui pahlawan”. 12
bahwa seminggu sebelumnya mendapat suntikan vaksin tipus-kolera-disentri produk Institut Pasteur.
Ketika Bahder Djohan meminta agar bekas botol vaksin kolera-disentri-tipus dikirimkan kepadanya, Sewaktu pusat pemerintahan RI dipindahkan ke Yogyakarta pada bulan Januari 1946, Bahder
pemerintah Jepang menolak. Akhirnya upaya penyelamatan jiwa para romusha mengalami kegagalan. Djohan sebagai pimpinan PMI Pusat tetap tinggal di Jakarta; bahkan kemudian ia diangkat menjadi
Sekitar 90 romusha menemui ajal. Ketua PMI Jakarta. Sesuai dengan konvensi Jenewa Tahun 1949, Palang Merah (baik internasional
maupun nasional) merupakan lembaga kemanusiaan yang netral dan tak boleh diserang oleh
Untuk memastikan penyebab kematian itu tetanus, Bahder Djohan melakukan sayatan pada bekas kekuatan-kekuatan militer yang sedang berkonflik. Oleh karena itu Pemerintah NICA juga
luka suntikan vaksin pada beberapa mayat romusha, lalu dikirim ke Labolatorium Eijkman pimpinan memberikan bantuan dan fasilitas kepada PMI. Hal ini dimanfaatkan sebaik mungkin oleh Bahder
Prof. Dr. Ahmad Muchtar. Beberapa hari kemudian Prof. Ahmad Muchtar ditangkap dan akhirnya Djohan untuk kepentingan perjuangan bangsa Indonesia, antara lain dengan melatih tenaga-tenaga
dihukum mati dengan tuduhan memberikan vaksin tercemar tetanus kepada para romusha. Bahder Indonesia menjadi perawat atau para medis untuk membantu PMI serta mengirimkan obat-obatan
Djohan mengetahui bahwa kapten Jepang yang memperkuat timnya keliru mengadakan percobaan, dan sekaligus perawat-perawat yang sudah dilatihnya ke wilayah RI untuk membantu kesehatan
menambahkan tetanus anektosin ke dalam vaksin kolera-tipus dan disentri, yang kemudian disuntikan para pejuang Indonesia.
kepada para romusha tersebut.
Sewaktu tantara NICA melancarkan agresi pada tahun 1947 dan menduduki kantor PMI Jakarta Bahder
Pemerintah pendudukan Jepang sengaja mengorbankan para dokter Indonesia demi menjaga dunia Djohan harus berjuang memindahkan kantor PMI ke RSUP yang pada waktu itu pimpinannya dijabat
kedokteran Jepang di dunia internasional. Pihak Jepang juga berupaya membentuk opini agar masyarakat oleh Bahder Djohan. Sementara itu Fakultas Kedokteran–Balai Perguruan Tinggi Republik Indonesia
Indonesia yakin bahwa Prof. Ahmad Muchtar memang patut dihukum mati. Selain telah menjadi agen terpaksa memindahkan sebagian kegiatannya ke Klaten, sedangkan sisanya—yang karena sesuatu hal
musuh (Sekutu) ia membunuh ribuan romusha yang nota bene adalah bangsa Indonesia. Beberapa tokoh tidak dapat ikut pindah—melakukan kegiatan perkuliahan di beberapa rumah dosen sesuai dengan
nasional, antara lain Ir. Soekarno, juga ikut terpengaruh sehingga sempat mengatakan bahwa Ahmad jenis mata kuliahnya, tetapi pusat administrasinya ditempatkan di rumah Bahder Djohan di Jalan
Muchtar memang harus dihukum mati karena telah membunuh ribuan orang Indonesia.
Kimia No. 9, Jakarta Pusat. Sementara itu gedung Fakultas Kedokteran yang diambil alih pemerintah
13
NICA diserahkan kepada Universiteit van Indonesië (UvI) yang membawahi beberapa fakultas, yaitu
MEMBANTU PEJUANG KEMERDEKAAN INDONESIA Kedokteran, Hukum, Ekonomi, dan Sastra & Filsafat.
Setelah Jepang menyerah kepada Sekutu tanpa syarat, bangsa Indonesia memanfaatkan peluang yang Ketika tentara NICA kembali melancarkan agresi pada bulan Desember 1948 Bahder Djohan
ada untuk memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945. Bahder Djohan ikut mendapat kabar bahwa Belanda/NICA akan mengambil alih RSUP. Ia berusaha memindahkan alat-
hadir dalam pembacaan proklamasi kemerdekaan yang sangat bersejarah itu. Sewaktu Soekarno- alat penting ke rumahnya. Dalam tempo tiga jam ia berhasil memindahkan alat-alat kedokteran,
Hatta membentuk kabinet, yang kemudian dikenal dengan sebutan “Kabinet Bucho”, Bahder Djohan obat-obatan, alat kantor, dan para pasien yang umumnya bangsa Indonesia korban peperangan ke
tidak termasuk di dalamnya. Ia tidak masuk dalam pemerintahan, namun tidak berarti ia lepas begitu rumahnya. Demikian pula kantor PMI Jakarta ikut pindah ke rumahnya.
saja dari pergolakan politik yang memuncak pasca proklamasi kemerdekaan. Sejak awal September
1945 Bahder Djohan bersama beberapa dokter lain sibuk membantu Menteri Kesehatan (Menkes)
dr. Boentaran membentuk Palang Merah Indonesia (PMI). Pembentukan PMI itu merupakan perintah MENJADI MENTERI PP&K
langsung Presiden RI Soekarno kepada Menkes dr. Boentaran. Pasca perang kemerdekaan, tepatnya pada masa pemerintahan Perdana Menteri Mohammad Natsir,
Ide pembentukan PMI pada dasarnya sudah muncul pada tahun 1932 sewaktu wilayah Indonesia disebut Bahder Djohan ditunjuk sebagai Menteri PP&K. Pada kabinet sebelumnya, yakni kabinet yang dipimpin
Hindia Belanda. Pelopornya adalah Dr. R.C.L. Senduk dan Dr. Bahder Djohan. Mereka menyusun Moh. Hatta, jabatan Menteri PP&K dipercayakan kepada Sarmidi Mangunsarkoro. Kabinet Natsir
rancangan pembentukan PMI, yang kemudian diajukan ke dalam sidang Konferensi Nederlandsche dibentuk pada tanggal 6 September 1950, yang sekaligus merupakan awal kerja Bahder Djohan sebagai
Roode Kruis Afdeeling Indië (NERKAI–Palang Merah Hindia Belanda) pada tahun 1940. Namun usulan Menteri PP&K. Sebagai catatan, ia masuk ke dalam kabinet sebagai orang tidak berpartai atau nonpartai.
itu ditolak. Kemudian sewaktu wilayah kepulauan Indonesia diduduki Jepang, Dr. Senduk dan Dr. Bahder Program umum yang penting dalam Kabinet Natsir adalah 1) menggiatkan usaha mendapat keamanan
Djohan kembali mengajukan rancangan pembentukan PMI kepada pemerintah pendudukan Jepang. dan ketenteraman, 2) melakukan konsolidasi dan penyempurnaan susunan pemerintahan, 3)
Rancangan itu juga ditolak. Rancangan itu kembali dipelajari sewaktu mereka dimasukkan ke dalam Tim menyempurnakan organisasi Angkatan Perang dan pemulihan bekas anggota tentara dan gerilya ke
pembentukan PMI oleh Menkes dr. Boentaran. Tim Pembentukan PMI itu antara lain Dr. R.C.L. Senduk dalam masyarakat, 4)memperjuangkan penyelesaian masalah Irian Barat, dan 5) mengembangkan dan
sebagai ketua, Dr. Bahder Djohan sebagai sekretaris (penulis), serta dr. R. M. Djoehana Wiradikarta, dr. memperkuat ekonomi rakyat sebagai dasar bagi melaksanakan ekonomi nasional. Dari kelima program
Marzuki, dan dr. Sitanala sebagai anggota. Tepat sebulan sesudah proklamasi kemerdekaan Indonesia, itu terlihat masalah pendidikan dan kebudayaan tidak mendapat tempat yang khusus atau istimewa.
yaitu pada 17 September 1945, PMI resmi berdiri. Tanggal pendirian PMI tersebut kemudian diperingati Bahder Djohan selaku Menteri PP&K melihat program konsolidasi dan penyempurnaan susunan
oleh bangsa Indonesia sebagai hari PMI.
pemerintahan masih relevan untuk dijadikan program kementeriannya. Hal itulah yang dilakukannya,
Sejak diresmikan PMI langsung menjalankan fungsi dan tugas, yakni merawat dan mengobati para yaitu memperbaiki susunan organisasi dengan memanfaatkan tokoh-tokoh pendidikan dan kebudayaan
korban peperangan, yang sebagian besar bangsa Indonesia. Dalam waktu tiga bulan saja sudah ada yang ahli di bidang masing-masing.
136 MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA 1945-2018 MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA 1945-2018 137