Page 47 - Legenda Condet
P. 47
daerah ini. Saya dan rakyat Condet semuanya tidak sudi
tunduk pada kezaliman Tuan.”
Jan Ament tersenyum sinis. Dari atas kudanya,
ia memerintahkan centeng-centeng yang bersamanya
menyerang Astawana. Dengan bahasa isyarat yang telah
disepakati, para centeng itu paham bahwa penyerangan
dimulai.
Dua orang centeng segera mencabut golok dari
pinggangnya dan langsung menyerang. Astawana dengan
cepat menghindar. Secepat kilat ia melompat ke udara
lalu melayangkan pukulan tenaga dalam. Seketika, kedua
centeng itu terpental ke belakang. Dari mulut mereka ke
luar gumpalan darah dan tak mampu bangkit lagi.
Astawana baru saja kembali menjejakkan kakinya di
tanah ketika centeng yang lain menyerangnya dengan kalap.
Akan tetapi, pendekar yang berasal dari Makasar itu selalu
berhasil menghindar. Tubuhnya melenting di udara dan ia
kembali melancarkan pukulan tenaga dalam yang dimilikinya.
Serta-merta kedua centeng itu terpental. Gumpalan darah
menyembur dari mulut mereka. Tubuhnya terhuyung-huyung,
kemudian ambruk sambil menahan sakit yang amat sangat.
Jan Ament tercengang menyaksikan seluruh centengnya
terkapar. Lalu, dengan geram ia memacu kudanya ke arah
Astawana. Dengan cepat ia mengayunkan pedangnya ke
arah tubuh pendekar itu dari Makasar. Namun, seperti telah
diduga oleh Astawana, pedang itu menebas ke arah yang
35