Page 42 - Legenda Condet
P. 42
Sanip terdiam. Hatinya merasa lega, tetapi juga gelisah.
Ia merasa masalah yang lain akan menyusul sesudah ini.
“Sekarang kamu boleh pergi ke belakang,” sambung
perempuan kaya itu.
“Baik, Nyonya.”
Maemunah kembali membisu. Terdengar suara burung
perkutut di dahan kenanga. Angin berembus pelan ketika
Astawana berjalan menuju ke teras, lalu duduk di samping
Maemunah. Ia mencoba memahami masalah yang sedang
dihadapi istrinya itu.
“Kamu harus sabar,” kata Astawana.
Maemunah tersenyum kecil. Ia merasa senang suaminya
itu berusaha mengingatkannya.
“Tapi, kita tetap waspada,” sambung Astawana, “Ini
persoalan tidak berdiri sendiri. Pasti ada rangkaiannya.”
“Maksud Abang apa?”
“Orang yang mengambil buku besarmu itu tentu punya
maksud. Pasti ada yang menyuruh. Ia hanya wayang. Karena
itu, kita harus waspada.”
Maemunah terkejut. Ia memandang suaminya itu dengan
wajah serius.
“Sang dalang pasti punya tujuan jelek,” lanjut suaminya.
“Begitu ya?”
“Ya, tapi ini baru dugaan.”
“Tapi, waspada penting.”
30