Page 25 - FIX_MODUL SUFA FLIP BOOK
P. 25
Pada siding yang ditutup pada 24 April 1946, Perdana Menteri
Schermerhorn memberikan pidato penutup. Kegagalan konferensi Hoge
Veluwe ternyata Van Mook rupanya sengaja tidak melaporkan rincian
draft Jakarta kepada pemerintah Belanda di Den Haag dan Sjahrir pun
merasa belum perlu membicarakannya dengan Presiden Soekarno,
meskipun keduanya mendapat izin dari pemerintah mereka masing-
masing untuk membicarakan masalah tersebut di tingkat lanjutan di
Negara Belanda. Alasan lain karena Van Mook merasa bahwa
penyelesaian masalah Indonesia tidak perlu disangkutpautkan dengan
pemilihan umum di Negara Belanda. Baginya penyelesaian konflik
Indonesia harus secepatnya dituntaskan. Karena itu ia ingin membuat
suatu kejutan agar pemerintah bersedia mengambil alih pemimpin dalam
penyelesaian masalah Indonesia dan tidak hanya kepada dirinya sendiri
sebagai Letnan Gubernur jendral atau kepala NICA di Indonesia.
Sementara itu pemerintah Belanda tidak mampu melakukannya selama
pemlihan-pemilihan pasca perang yang pertama belum dilangsungkan.
Pertempuran di Hoge Veluwe seharusnya tidak boleh dilakukan
menjelang pemilu pada 17 Mei 1946.
Kegagalan Konferensi Hoge Veluwe membawa akibat yang
merugikan bagi pihak Belanda, setidaknya bagi partai buruh yang
dipimpin Perdana Menteri Shermerhorn. Seperti halnya dengan Perdana
Menteri Sjahrir, Schermerhorn juga lebih memilih jalan perundingan dari
pada penyelesaian bersenjata dan keduanya ditentang oleh kelompok
oposisi keraas dalam parlemen dan kelompok militer. Sebagai akibatnya,
Schermerhorn gagal memenangkan pemilu 17 Mei 1946. Bagi Indonesia
sebaliknya, hasil perundingan yang gagal itu menguntungkan kerana
posisi RI makin kuat.
E-MODUL PEMBELAJARAN SEJARAH BERBASIS INKUIRI 18