Page 6 - BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PELAJAR_TUGAS SITI NAZWA RAMADHANI FANTISA
P. 6

dan/atau peringatan, baik lisan maupun tulisan, serta hukuman yang bersifat mendidik sesuai
                   dengan kaedah pendidikan, kode etik guru, dan peraturan perundang-undangan.
                        Anak-anak tentu saja masih rentan terhadap pengaruh dari lingkungannya, oleh karena
                   itu, dalam penyelenggaraan perlindungan hak-hak anak,[8] negara, pemerintah, masyarakat,
                   keluarga  dan  orang  tua  mempunyai  kewajiban  dan  tanggung  jawabnya  masing-masing
                   sebagaimana  tertuang  dalam  Pasal  20-26  Undang-undang  Nomor  23  Tahun  2002  tentang
                   Perlindungan Anak. Kemudian, dalam rangka menjamin penyelenggaraan perlindungan anak
                   yang efektif, maka pemerintah membentuk suatu lembaga perlindungan anak, yaitu Komisi
                   Perlindungan  Anak  Indonesia  (KPAI)[9]  yang  mana  lembaga  independen[10]  ini
                   kedudukannya  setara  dengan  Komisi  Negara  yang  dibentuk  berdasarkan  amanat  Keppres
                   77/2003  dan  Pasal  74  Undang-undang  Nomor  23  Tahun  2002  dalam  rangka  untuk
                   meningkatkan efektivitas penyelenggaraan perlindungan anak di Indonesia.
                        Selain membentuk suatu lembaga, pemerintah juga menyelenggarakan pendidikan dasar
                   minimal 9 tahun untuk semua anak. Bagi anak yang menyandang cacat fisik dan atau mental,
                   diberikan kesempatan yang sama dan aksesibilitas untuk memperoleh pendidikan biasa dan
                   pendidikan  luar  biasa.  Dan  pemerintah  bertanggung  jawab  untuk  memberikan  biaya
                   pendidikan dan atau bantuan khusus bagi anak dari keluarga yang tidak mampu, anak terlantar
                   dan anak yang bertempat tinggal di daerah terpencil. Anak yang berada dalam lingkungan
                   sekolah wajib dilindungi dari tindakan kekerasan yang dilakukan oleh guru, pengelola sekolah
                   atau teman-temannya di dalam sekolah yang bersangkutan atau lembaga pendidikan lainnya,
                   yang  mana  hal  tersebut  tertuang  dalam  Pasal  54  Undang-undang  Nomor  23  Tahun  2002
                   tentang Perlindungan Anak.
                        Pasal  9  ayat  1  Undang-Undang  Perlindungan  Anak  secara  tegas  menyatakan  bahwa,
                   “Setiap anak berhak mendapatkan perlindungan di satuan pendidikan dari kejahatan seksual
                   dan  kekerasan  yang  dilakukan  oleh  pendidik,  tenaga  kependidikan,  sesama  peserta  didik,
                   dan/atau pihak lain”. Sementara dalam Pasal 54 menegaskan bahwa, “Anak di dalam dan di
                   lingkungan satuan pendidikan wajib mendapatkan perlindungan dari tindak kekerasan fisik,
                   psikis,  kejahatan  seksual,  dan  kejahatan  lainnya  yang  dilakukan  oleh  pendidik,  tenaga
                   kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain”.
                        Walaupun sudah banyak peraturan yang mengatur tentang perlindungan anak, namun
                   masih saja banyak terjadi berbagai macam bentuk, mulai dari fisik, psikis, hingga kekerasan
                   seksual. Terhadap berbagai bentuk kekerasan itu, anak berperan menjadi korban atau pelaku,
                   atau  korban  dan  sekaligus  sebagai  seorang  pelaku.  Tawuran,  kekerasan  pada  saat  masa
                   orientasi siswa, pelecehan seksual sesama murid, bullying atau segala hal yang melanggar
                   perlindungan anak di sekolah bahkan sudah menjadi tradisi di sebagian sekolah yang seringkali
                   melibatkan  anak  secara  massif.  Banyak  juga  terjadi  kasus  yang  melibatkan  guru  sebagai
                   pelaku, dimana guru melakukan tindakan yang tidak terpuji sebagai orang tua anak di sekolah,
                   seperti memukul, menghardik, mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas, memberi perlakuan
                   tidak senonoh dan sebagainya. Hal ini bisa terjadi karena peraturan dan perlindungan anak di
   1   2   3   4   5   6   7