Page 138 - Gabungan
P. 138
Bahkan setelah menikah dan memiliki keluarga, nama aslinya
tergantikan oleh julukan itu. Orang-orang biasa memanggilnya "Bai
Datou", "Saudara Kepala Besar", atau "Tuan Bai". Lama-kelamaan,
banyak yang lupa nama aslinya. Sejak kecil, dia terbiasa bekerja
keras, tubuhnya kekar seperti kerbau. Tangan dan kakinya yang
besar menunjukkan betapa kerasnya kehidupan yang telah
dijalaninya. Meski waktu telah mengukir garis-garis dalam di wajah
perseginya dan rambutnya telah memutih sepenuhnya, wajahnya
tetap bersinar. Di bawah alis tebal keabu-abuannya, matanya yang
besar masih bersinar penuh semangat, sama sekali tidak
menunjukkan kelemahan seorang tua.
Di belakang rumahnya terdapat pabrik pengolahan kopi "Feilong"
(Naga Terbang) yang telah dia kelola dengan susah payah selama
puluhan tahun, mempekerjakan lebih dari 30 buruh. Sambil berbaring
di kursi santainya, dia mencium aroma kopi yang terbawa angin,
merasa tenang dan bahagia. Selama puluhan tahun, bisnis kopinya
meski tidak menjadikannya seorang taipan, telah mencukupi
kebutuhan keluarganya dan berbagai keperluan sosial. Dia puas
dengan pencapaiannya.
Seorang mandor wanita paruh baya membawa beberapa sampel kopi.
Bai Datou memeriksa, mencium, dan menganalisisnya sejenak
sebelum berkata:
138

