Page 32 - 37 Masalah Populer
P. 32

Semuanya  sepakat  bahwa  bid’ah  ada  perkara  yang  dibuat-buat,  tanpa  ada  contoh
               sebelumnya, tidak diucapkan atau dilakukan Rasulullah Saw.



               Bid’ah Tidak Bisa Dibagi. Benarkan?


               Seperti yang disebutkan para ulama di atas, semua sepakat bahwa Bid’ah adalah apa saja yang
               tidak ada pada zaman Rasulullah Saw. Jika demikian maka mobil adalah bid’ah, maka kita mesti
               naik  onta.  Tentu  orang  yang  tidak  setuju  akan  mengatakan,  “Mobil  itu  bukan  ibadah,  yang
               dimaksud Bid’ah itu adalah masalah ibadah”. Dengan memberikan jawaban itu, sebenarnya ia
               sedang  membagi  bid’ah  kepada  dua:  bid’ah  urusan  dunia  dan  bid’ah  urusan  ibadah.  Bid’ah
               urusan dunia, boleh. Bid’ah dalam ibadah, tidak boleh.

               Kalau bid’ah bisa dibagi menjadi dua; bid’ah urusan dunia dan bid’ah urusan ibadah,

               mengapa bid’ah tidak bisa dibagi kepada bid’ah terpuji dan bid’ah tercela?!

               Oleh sebab itu para ulama membagi bid’ah kepada dua, bahkan ada yang membaginya menjadi
               lima. Berikut pendapat para ulama, sebagiannya berasal dari kalangan Salaf (tiga abad pertama
               Hijrah):




               Pembagian Bid’ah Menurut Imam Syafi’i (150 – 204H):

                           مومذم وهف اهعلاخ امو دومحم وهف ةنسلا قفاو امف ةمومذمو ةدومحم ناتعدب ةعدبلا يعفاشلا لاق

               Imam Syafi’i berkata,
               “Bid’ah itu terbagi dua: Bid’ah Mahmudah (terpuji) dan Bid’ah Madzmumah (tercela).
               Jika sesuai dengan Sunnah, maka itu Bid’ah Mahmudah.
               Jika bertentangan dengan Sunnah, maka itu Bid’ah Madzmumah
               Disebutkan oleh Abu Nu’aim dengan maknanya dari jalur riwayat Ibrahim bin al-Junaid dari
                            60
               Imam Syafi’i .

               Kretria Pembagian Bid’ah Mahmudah (terpuji) dan Bid’ah Madzmumah (tercela).
               Menurut Imam Syafi’i:
                اعامجإ وأ ارثأ وأ ةنس وأ اباتك فلاخي ثدحأ ام نابرض تاثدحملا لاق هبقانم يف يقهيبلا هجرخأ ام اضيأ يعفاشلا نع ءاجو

                                             ةمومذم ريغ ةثدحم هذهف كلذ نم ائيش فلاخي لا ريخلا نم ثدحأ امو للاضلا ةعدب هذهف





                         Al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani, Fath al-Bari Syarh Shahih al-Bukhari, juz.XIII, (Beirut: Dar al-
                       59
               Ma’rifah, 1379H), hal.253.
                         Ibid.
                       60
                                                             32
   27   28   29   30   31   32   33   34   35   36   37