Page 48 - Neurosains Spiritual Hubungan Manusia, Alam, dan Tuhan
P. 48

lima—mendapatkan efek plasebonya karena adanya iman pada Allah.
              Memercayai sesuatu adalah hal yang niscaya bagi manusia. Manusia ha-
              rus memiliki sesuatu yang dipercayainya karena itu dapat menjadi sum-
              ber bagi pemikiran dan tindakannya. Meskipun ‘memercayai se suatu’
              atau ‘percaya’ tidak selalu berkonotasi iman, agama, atau sejenisnya,
              kepercayaan kepada Tuhan atau pelbagai istilah untuk itu menempati
              posisi yang utama dan vital dalam peradaban manusia. Kepercayaan
              pada Tuhan adalah bentuk kepercayaan universal yang ada pada semua
              bangsa. Agama dan spiritualitas begitu berurat berakar dalam banyak
              individu dan telah ada pada setiap kebudayaan sepanjang waktu. Doa
              dan mantra adalah bentuk-bentuk ekspresi verbal kepercayaan kepada
              Tuhan yang ada pada semua kebudayaan.
                  Otak manusia memiliki kecondongan alami untuk memercayai
              sesuatu. Sejak lahir, seorang anak manusia memiliki kecenderungan
              ini, dibuktikan dari kemampuan alaminya untuk memercayai apa saja
              yang ada di sekitarnya. Tanpa bertanya, apalagi bertanya secara kritis,
              manusia menyerap banyak kepercayaan yang ada di lingkungannya.
              Perhatikan, begitu otak menerima suatu informasi yang membentuk
              keyakinan, keyakinan ini begitu sulit untuk diubah.
                  Kepercayaan pada Tuhan penting dalam kaitan dengan sifat lain
              dari  otak,  yakni  kemampuan  memprediksi  sesuatu  di  masa  depan
              (predicitive brain). Kemampuan memprediksi memudahkan antisipasi
              terhadap segala persoalan di masa depan. Pengalaman persepsional yang
              bekerja tanpa membutuhkan sensasi eksternal ini mendasari sifat pre-
              diktif otak. Sifat ini menjadi cara yang jitu menghadapi ketidak  pastian
              dalam kehidupan. Ketidakpastian yang menimbulkan rasa ragu, takut,
              dan cemas itu hanya dapat diobati dengan keimanan pada Tuhan. Riset
              membuktikan bahwa kepercayaan adanya kehidupan setelah kematian
              memberikan efek terapeutik bagi manusia.                       Buku ini tidak diperjualbelikan.
                  Dengan menggunakan data dari National Study of Religion and
              Health  (2004), sejumlah peneliti (2006) menguji hubungan antara
              kepercayaan pada kehidupan setelah mati dan enam gejala kejiwaan,
              se perti  agoraphobia,  general  anxiety,  paranoia,  obsessive-compulsive
                disorder, dan  depression.  Variabel independen didasarkan pada tang-
              gapan terhadap pertanyaan, seperti “Apakah Anda percaya pada ke-


                                                          Pendahuluan  29
   43   44   45   46   47   48   49   50   51   52   53