Page 50 - Tugas minggu 14 e-modul LKS - Sara Khezia Sibarani
P. 50

Belanda.  Oktroi  I  berakhir  (kedaluwarsa)  pada  1838.  Akan  tetapi,  Kerajaan  Belanda  terus

               menerbitkan Oktroi baru sampai Oktroi VIII digantikan oleh Undang-Undang DJB (DJB-Wet)
               pada 1922.


                       Selama  masa  Oktroi,  DJB  berhasil  menyelesaikan  permasalahan  moneter  (yang
               terutama  ditimbulkan  oleh  penerbitan  mata  uang  specie  (terutama  koin  tembaga)  secara

               berlebihan) dan menerapkan standar nilai tukar emas (gold-exchange standard). Oleh karena

               itu, meskipun mata uang di Pusat Kerajaan (Holandia) dan di daerah koloni tidak sama, namun
               kedua  mata  uang  tersebut  dapat  ditransaksikan  dengan  kurs  1:1.  Upaya  mempertahankan

               kestabilan  kurs  tersebut  sangat  penting  bagi  persero-persero  di  daerah  koloni,  mengingat
               hampir  seluruh  keuntungan  usaha  dan  kelebihan  dana  direpatriasi  ke  kantor-kantor  pusat

               mereka di Holandia. Pada masa Oktroi VIII, DJB juga mulai memperkenalkan sistem kliring
               di Batavia yang diikuti oleh 6 bank ternama masa itu: DJB, NHM Factory, Hongkong and

               Shanghai  Banking  Corp,  Chartered  Bank  of  India,  Australia  and  China  Bank,  dan  De

               Nederlandsche Indische Escompto Maatschappij.

                       Pada masa Perang Dunia I, Belanda menghentikan sementara penerapan standar nilai

               tukar emas akibat  menipisnya  cadangan emas di  Eropa. Selain itu, Kerajaan  Belanda juga
               mengubah  secara  drastis  tata  kelola  DJB  dengan  menerbitkan  Undang-Undang  DJB  (De

               Javasche Bankwet) pada 1922. Berdasarkan beleid tersebut, DJB diwajibkan meminta arahan

               dari  Pemerintah  Kerajaan  dalam  menjalankan  kebijakan  di  daerah  koloni.  DJB  juga  wajib
               memperoleh  persetujuan  dari  Gubernur  Jenderal  Hindia  Belanda  untuk  urusan-urusan

               operasional tertentu. Selain itu, UU tersebut lain memperkenalkan fungsi baru kepada DJB,
               yaitu  sebagai  agen  fiskal  atau  pemegang  kas  umum  pemerintahan  kolonial.  Beberapa

               amandemen terhadap UU tersebut dilakukan setelah 1922. Akan tetapi, struktur dan tata kelola
               DJB relatif tidak berubah sampai ketika Pemerintahan Revolusi Indonesia mengambil alih DJB

               dan mengubahnya menjadi Bank Indonesia pada 1952.


                       Pada tahun 1953, Undang-Undang Pokok Bank Indonesia menetapkan pendirian Bank
               Indonesia untuk menggantikan fungsi De Javasche Bank sebagai bank sentral, dengan tiga

               tugas utama di bidang moneter, perbankan, dan sistem pembayaran. Di samping itu, Bank
               Indonesia diberi tugas penting lain dalam hubungannya dengan Pemerintah dan melanjutkan

               fungsi bank komersial yang dilakukan oleh DJB sebelumnya.


                       Pada tahun 1968 diterbitkan Undang-Undang Bank Sentral yang mengatur kedudukan
               dan tugas Bank Indonesia sebagai bank sentral, terpisah dari bank-bank lain yang melakukan
   45   46   47   48   49   50   51   52   53   54   55