Page 187 - GARIS WAKTU
        P. 187
     “Jaga  Ibu  dan  adikmu  baik-baik,”  ucapnya.  Bapak  pecah
            menjadi  komet yang satu  persatu  baranya  kian  meredup,
            meredup  hingga  gelap,  segelap-gelapnya.
                Tunggu  dulu,  apa  itu?  Ada  seberkas  cahaya  di  ufuk
            timur.  Cahaya  itu  makin  membesar,  gagah.  Cahaya
            itu  kemudian  membias  hingga  langit  menjadi  biru,
            membentuk  lanskap.  Di sisi  kananku  ada  sabana  dengan
            rumput  berwarna  hijau  kecokelatan:  dengan  pohon  ek
            besar  ditalikan  ayunan  terbuat  dari  ban  bekas  di  salah
            satu  dahannya.  Di  sisi  kiriku  ada  rumah  kayu  dengan
            aroma  laut  memenuhi  udara.  Ini  adalah  tempat  aku  dan
            engkau  seharusnya  menghabiskan  masa  tua,  tertawa
            sambil  duduk  di  bawah  pohon  besar  itu,  dengan  senja
            menyapu  dari  ujung  cakrawala,  dilengkapi  oleh  awan
            merah  jambu  laksana  gula-gula  kapas.
                Cantik...  sungguh.  Aku  ingin  ada  di  tempat  ini
            selamanya.
                Cahaya  senja  kian  terang  memanas.  Dia  membakar
            pemandangan  ini  sampai  hangus.  Lantas,  lagi-lagi  gelap.
            Aku terbelalak  dengan  perasaan  yang tidak enak.  Keringat
            bercucuran,  jantung  berbedar  kencang.  Ada  yang  akan
            hilang...ada  yang  akan  berpulang.
                Semoga  ini  hanya  bunga  tidur.
      182
     	
