Page 357 - BUKU SEJARAH BERITA PROKLAMASI
P. 357

Sejarah Berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia


                perlengkapan  militer  yang  ditinggalkan  oleh  Jepang.  Situasi  politik  di
                pulau ini sangat memuaskan, dan tidak ada indikasi munculnya gerakan
                                         36
                pendukung kemerdekaan.
                        Situasi  sebaliknya  terjadi  di  Sumbawa.  Kekuatan  pemberontak
                kaum  Republikan  meningkat  pesat.  Mereka  mendapat  dukungan  dan
                bantuan  dari  Sultan  Sumbawa  dan  Sultan  Bima.  Para  propagandis
                ekstrim  yang  berasal  dari  Jawa  di  kedua  kesultanan  ini  telah  berhasil
                meningkatkan  keresahan  dan  ketidakstabilan  dalam  masyarakat.
                Akibatnya, pengawasan yang lebih keras dilakukan di dua kesultanan ini
                oleh  kontrolir  R.  Westerbeek  bersama  dengan  pasukan  Sekutu,  para
                                 37
                perwira Australia.
                        Tanda-tanda pemberontakan dan bahkan perang berawal ketika
                pendaratan  awak  kapal  Belanda  ―Abraham  Grijns‖  di  Pelabuhan
                Buleleng pada tanggal 22 Oktober 1945. Pada waktu itu terjadi sebuah
                peristiwa berdarah, yang oleh Nyoman S. Pendit disebutnya ―Peristiwa
                          38
                Bendera‖.   Peristiwa  bendera  di  Pelabuhan  Buleleng  merupakan  awal
                meletusnya  respons  lokal  dengan  cara  perang  untuk  memertahankan
                simbol Republik, yaitu Sang Saka Dwi Warna oleh pemuda pejuang di
                Sunda Kecil.

                        Setelah  itu,  dilakukan  persiapan-persiapan  dan  konsolidasi
                menyatukan kekuatan-kekuatan organisasi pemuda dan kesatuan militer
                Republik untuk melancarkan revolusi bersenjata melawan aparatur sipil
                dan  militer  Belanda  NICA.  Hanya  setelah  kurang  lebih  lima  bulan,
                pemerintahan sipil Republik Propinsi Sunda Kecil menghadapi gangguan
                stabilitas,  kemudian  datang  mendarat  tentara  Sekutu  Inggris  di
                Pelabuhan  Benoa  pada  tanggal  18  Februari  1946.  Pendaratan  tentara
                Sekutu  Inggris  ini  bertugas  memindahkan  tawanan  perang,  melucuti
                tentara  Jepang,  serta  memulihkan  stabilitas  keamanan  ketertiban  di
                daerah  pendudukan.   Tentara  Sekutu  Inggris  ini  kemudian  membuka
                                    39
                markas besar di Denpasar pada 24 Februari 1946.
                                                               40
                        Menurut laporan perwira komandan Amacab Bali, J. van Beuge,
                pasukan Belanda yang terdiri dari bekas tawanan perang Jepang yang
                ditahan oleh Jepang di Siam, yaitu bekas anggota KNIL (tentara Hindia
                Belanda),  sebanyak  dua  batalyon  yang  diberi  nama  ―Gajah  Merah‖
                mendarat di Pantai Sanur pada 2 Maret 1946. Pada hari itu juga, kota
                Denpasar dan Lapangan Udara Tuban di sebelah selatan Kuta diduduki
                tanpa  perlawanan.  Kota-kota  penting  lainnya  segera  dikuasai,  yaitu



                                                                                 345
   352   353   354   355   356   357   358   359   360   361   362