Page 360 - BUKU SEJARAH BERITA PROKLAMASI
P. 360

Sejarah Berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia


                daripada menentramkan masyarakat, karena memaksa hampir sebagian
                besar  orang  untuk  berpihak,  entah  kepada  pemuda  pejuang  atau
                kekuatan  damai  dan  rekolonialisasi  oleh  Belanda.  Pilihan  yang  salah
                berakibat  fatal  dan  menjadi  akar  konflik  antar  sesama  warga  yang
                                                            47
                terhimpun dalam kelompok-kelompok asosiasi.
                        Muncul  kesepakatan  di  kalangan  ahli  strategi  militer  Belanda
                bahwa  prioritas  pertama  setelah  pendaratan  tentara  adalah  menjalin
                hubungan  langsung  dengan  raja-raja  di  Bali.  Sehari  setelah
                pendaratannya di Sanur, komandan tentara Belanda untuk daerah Bali,
                Letnan  Kolonel  ter  Meulen  yang  disertai  opsir  Amacab  mengadakan
                rapat dengan raja-raja penguasa swapraja di Klungkung pada tanggal 3
                            48
                Maret 1946.  Pertemuan itu membicarakan perkembangan politik dan
                pemerintahan. Letkol ter Meulen mengakui otoritas gabungan raja-raja
                dan Paruman Agung sebagai satu-satunya pemerintahan yang sah dan
                bertangungjawab  di  Bali,  sedangkan masing-masing  raja  bertanggung
                jawab  atas  keamanan  dan  ketertiban  di  daerah  swaprajanya  masing-
                masing.  Selain  itu,  kepada  Gabungan  Raja-raja  diberitahukan  bahwa
                kekuasaan  militer  di  Bali  merupakan  otoritas  tertinggi,  karena  itu
                peraturan-peraturan  dari  pemerintah  militer  harus  dipatuhi  dan
                dilaksanakan.
                             49
                        Selanjutnya  dilakukan  pembicaraan  informal  dengan  Gubernur
                Pudja  dan  beberapa  tokoh  Republik  yang  diundang  atas  permohonan
                penguasa  swapraja  di  Buleleng,  di  sebuah  tempat  yang  netral  pada
                tangal  5  Maret  1946.  Tujuan  pertemuan  ini  adalah  untuk  membuat
                Gubernur  Pudja  di  mata  para  pemuda  bisa  membuat  kesepakatan
                dengan seorang utusan NICA. Di situ, Letkol ter Meulen menjelaskan isi
                pertemuan  3  Maret  1946  sebelumnya  di  Klungkung,  terutama
                penyelesaian  masalah  politik  karena  kemerdekaan  Indonesia  tidak
                ditentukan  di  Bali-Sunda  Kecil,  melainkan  di  tempat  lain.  Penuhilah
                panggilan untuk bekerjasama demi kepentingan rakyat di daerah Bali-
                Sunda  Kecil.  Kemudian,  melalui  telepon  Letkol  ter  Meulen  diberitahu
                bahwa  Gubernur  tidak  bisa  mengambil  keputusan.  Ternyata,  menurut
                laporan komandan Amacab, sikap mengulur waktu jawaban Gubernur
                Pudja  menghambat  berfungsinya  dinas-dinas  umum  dan  memberikan
                dukungan  bagi  perlawanan  fisik  dan  aksi  boikot.  Selain  itu,  menurut
                Letkol  ter  Meulen  tidak  benar  apabila  membenarkan  wakil  Republik
                menempati rumah Residen saat itu. Sebab rumah dinas Residen adalah
                simbol kekuasaan Belanda di daerah.




                348
   355   356   357   358   359   360   361   362   363   364   365