Page 395 - BUKU SEJARAH BERITA PROKLAMASI
P. 395

Sejarah Berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia


                Republik Indonesia (NKRI), yang berlaku bagi segenap bangsa di seluruh
                tanah air Indonesia, kecuali Irian Barat. Pada tanggal 15 Agustus 1950,
                Pemerintah Indonesia menggabungkan Irian Barat menjadi bagain dari
                Indoneia. Dan itu menjadi agenda perjuangan diplomasi Ide A.A. Gde
                Agung sejak menjabat Perdana Menteri NIT sampai KMB, RIS dan NKRI.
                        Dapat  dikatakan  bahwa  respons  berita  Proklamasi  berimplikasi
                pada terjadinya polarisasi yang paradok dikalangan elite tradisional dan
                modern. Dikalangan elite tradisional, raja-raja mendukung RI Proklamasi
                dengan cara diam, cukup dengan pernyataan seperti oleh Sultan Bima
                pada  tanggal  22  November  1945,  sama  dengan  pernyataan  Sultan
                Yogyakarta, Sri Sultan Hamengkubuwono IX pada September 1945, dan
                juga raja-raja di Timor, Buleleng dan Jembrana di Bali. Ada juga yang
                menempuh cara mengundurkan diri seperti yang dilakukan Tjokorda Alit
                Ngurah, Raja  Badung  di Puri Satria.  Sebagian  lainnya mendukung NIT
                yang masih dibawah negeri induk Ratu Belanda termasuk Tjokorda Gde
                Sukawati, Presiden NIT.
                        Namun,  di  antara  raja-raja  tesebut  patut  disebutkan  Ide  A.A.
                Gde Agung, Raja Gianyar-Bali. Melalui jalur formal ketatanegaraan, dia
                berjuang  dengan  diplomasi  untuk  memeroleh  kedaulatan,  yang
                kemudian  melahirkan  kesepakatan  nasional  antara  RI  Proklamasi
                pengusung kemerdekaan dan RIS pengusung kedaulatan, menjadi NKRI
                pewaris  kemerdekaan  dan  kedaulatan  hingga  sekarang.  Perjuangan
                dengan cara-cara moderat bagi elite modern yang kooperatif di daerah
                ditempuh oleh I.H. Doko di Timor. Sebaliknya, perjuangan dengan cara
                moderat  bagi  elite  modern  yang  non-kooperatif  ditempuh  oleh  Mr.
                Gusti  Ketut  Pudja,  Gubernur  Sunda  Kecil  yang  ditangkap  dan  ditahan
                oleh pasukan NICA, sama seperti yang dialami Gubernur Sulawesi      Dr.
                G.S.S. Jacob Ratulangi.

                        Respons berita Proklamasi di Sunda Kecil berimplikasi pada cara-
                cara  perjuangan  yang  dipilih  oleh  kaum  elite  bersama  pengikutnya.
                Cara-cara perjuangan yang dipilih semuanya bertujuan memertahankan
                kemerdekaan dan memeroleh kedaulatan selama bergejolaknya revolusi
                Indonesia.  Implikasi  dari  perjuangan  mereka  telah  mengisi  lembaran
                sejarah berita Proklamasi, dan sejarah Indonesia secara umum, hingga
                sekarang dan masa yang akan datang.





                                                                                 383
   390   391   392   393   394   395   396   397   398   399   400