Page 390 - BUKU SEJARAH BERITA PROKLAMASI
P. 390
Sejarah Berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
konferensi Denpasar dituangkan dalam perundang-undangan yang
sesuai dengan tatanegara Hindia Belanda. Untuk mewujudkan
keinginan ini, maka pengesahan dan penetapan organisasi
pemerintahan NIT dituangkan dalam Lembaran Negara Hindia Belanda,
135
Nomor 143 Tahun 1946.
Usaha H.J. van Mook di atas jelas berangkat dari pandangan
yang sangat legalistik, karena itu hasil Konferensi Denpasar kurang
memiliki dampak politik. Bahkan, di beberapa kalangan muncul salah
pengertian dan respons pro dan kontra. Respons pro dan kontra
kemudian melahirkan polarisasi antara kelompok pendukung federalis
dan kelompok pendukung unitaris. Selain itu, harus diakui bahwa
kondisi dan proses politik di wilayah NIT sangat berbeda dengan
perkembangan yang terjadi di wilayah kekuasan RI. Dengan Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, secara revolusioner
pemerintah RI telah mengambil kekuasaan de jure dan de facto di
136
seluruh Indonesia. Akan tetapi, pernyataan pemerintah RI ini
ditentang oleh pemerintah Belanda sejak rekolonialisasi dan
kehadirannya kembali bersama-sama anggota Sekutu lainnya dan
menduduki beberapa daerah secara tersebar. Pertentangan antara
keduanya telah mengakibatkan perang, dan diadakannya perundingan-
perundingan yang menghasilkan Persetujuan Linggajati.
Kedua belah pihak menyetujui bahwa kekuasaan de facto
pemerintah RI diakui di Jawa, Madura, dan Sumatera, sedangkan
daerah-daerah di luarnya, terutama di Timur Besar atau Indonesia
Timur, berada di bawah pemerintah Hindia Belanda. Hal ini berlaku
sejak pendudukan tentara Sekutu pada akhir tahun 1945 dan awal
tahun 1946. Lebih-lebih pada akhir 1946 telah berhasil dibentuk NIT di
Denpasar. Proses pembentukannya berlangsung secara evolusioner
melalui perundingan-perundingan antara wakil-wakil daerah dengan
Pemerintah Hindia Belanda yang pada akhirnya disahkan oleh
perundang-undangan Belanda.
137
Pembentukan NIT adalah praktek sistem ketatanegaraan federal
secara sepihak oleh pemerintah Hindia Belanda. Langkah ini merupakan
dasar persiapan pembentukan federasi yang lebih luas, yakni Negara
Indonesia Serikat yang merdeka, berdaulat dan demokratis sesuai bunyi
138
pasal 2 Persetujuan Linggajati. Tindakan sepihak Belanda ini
menimbulkan protes ketika konferensi berlangsung terutama dari kutub
378