Page 120 - BUKU KATA FADLI CATATAN KRITIS DARI SENAYAN
P. 120
SOLIDARITAS UNTUK BAB V
PALESTINA & ROHINGYA
Rapat Komite Eksekutif dibuka pukul 20.30 dan ditutup pukul 23.00.
Dari 2,5 jam itu, sekitar dua jam di antaranya berisi perdebatan mengenai
draf resolusi yang diajukan parlemen Indonesia. Kami berusaha untuk
melakukan persuasi, baik kepada delegasi Myanmar, maupun kepada
delegasi negara lain, bahwa resolusi ini penting dijadikan sikap resmi AIPA.
Sesudah berdebat alot, bahkan kami sempat mengancam akan menolak
seluruh usulan agenda dan resolusi dalam Sidang AIPA kali ini jika isu
Rohingya tak bisa masuk dalam daftar resolusi, akhirnya bisa terjadi
kompromi.
Jika kami sampai menolak seluruh usulan, maka untuk pertama
kalinya juga dalam sejarah, sidang pembukaan AIPA tanggal 4 September
2018 akan sekaligus menjadi sidang penutupan juga, karena tidak ada
agenda yang bisa dibicarakan akibat tak tercapainya konsensus. Untung
saja hal itu tak terjadi.
Dalam rapat Komite Eksekutif tadi akhirnya bisa terjadi kesepakatan.
Delegasi parlemen Myanmar, yang dalam proses perdebatan tadi dipimpin
oleh Ny. Su Su Lwin, yang juga mantan ibu negara, akhirnya mau membuka
diri untuk menerima dan membahas resolusi Indonesia jika judul
proposalnya diperhalus. Indonesia sejak awal sama sekali tak keberatan
dengan hal itu, dengan syarat penghalusan itu tak menyembunyikan
kenyataan ada persoalan kemanusiaan serius yang perlu segera disikapi
dan ditangani.
Jika sebelumnya resolusi yang diajukan delegasi Indonesia bertajuk
“Draft Resolution on Violent Attacks on Rohingya and Humanitarian Crisis
in Myanmar”, maka sesudah berdebat lama, mengakomodasi usulan dari
Laos, Singapura, Thailand, Filipina, dan juga Myanmar sendiri, akhirnya
diputuskan jika tajuknya menjadi “Draft Resolution on Humanitarian
Situation in Myanmar”. Indonesia tidak keberatan.
Sebab substansi yang diperjuangkan oleh parlemen Indonesia
memang tidak terletak di judul, tapi pada keterbukaan Myanmar untuk
mau membahas persoalan ini, serta pada pengakuan negara-negara
anggota AIPA lainnya bahwa masalah kemanusiaan yang terjadi di Asia
Tenggara tidak sepantasnya disembunyikan di bawah karpet hanya karena
CATATAN-CATATAN KRITIS 111
DARI SENAYAN