Page 185 - BUKU KATA FADLI CATATAN KRITIS DARI SENAYAN
P. 185
BABAK BELUR BAB VIII
INFRASTRUKTUR
(4)
POLITIK TATA RUANG KITA
DIDIKTE OLEH PENGEMBANG
IKELUARKANNYA sertifikat HGB (Hak Guna Bangunan)
Pulau D Reklamasi untuk PT Kapuk Naga Indah oleh Kantor
Pertanahan Jakarta Utara tanggal 24 Agustus 2017 lalu, yang
ditengarai banyak pihak sebagai mengandung keganjilan,
Dmenurut saya merupakan bentuk akrobat hukum yang luar
biasa. Penerbitan sertifikat HGB Pulau C dan D Reklamasi menunjukkan
bagaimana rusaknya penegakkan hukum di Indonesia.
Alih-alih memberikan sanksi terhadap para pengembang yang telah
melakukan pelanggaran hukum, baik pelanggaran dalam proses reklamasi,
maupun pelanggaran dalam tahapan pembangunan di pulau-pulau hasil
reklamasi, sebelum moratorium dicabut Pemerintah malah menyerahkan
HGB kepada mereka. Itu tindakan yang mencederai akal sehat.
Ada beberapa persoalan kenapa pemberian HGB itu harus
dipersoalkan. Pertama, pemerintah tidak konsisten dengan moratorium
reklamasi. Apalagi, pulau C dan D, juga pulau G, hingga kini posisinya
masih disegel oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, karena
melanggar perizinan terkait IMB (Izin Mendirikan Bangunan), AMDAL
(Analisis Mengenai Dampak Lingkungan), dan sejumlah ketentuan lainnya.
Kedua, ini bisa menjadi preseden buruk penegakkan hukum
dalam politik tata ruang, khususnya untuk kasus-kasus yang melibatkan
pengembang-pengembang besar. Kebijakan pemerintah ini jadi seolah
membenarkan para pengembang untuk mengerjakan proyek lebih dahulu
sebelum mereka mengurus perizinannya. Ini bahaya. Bisa-bisa politik tata
ruang kita nantinya didikte sepenuhnya oleh para pengembang.
Jangan lupa, di luar polemik reklamasi kita juga sedang menghadapi
persoalan terkait perizinan proyek Meikarta, yang menurut Wakil Gubernur
Jawa Barat Deddy Mizwar perizinannya belum lengkap. Pemberian HGB
CATATAN-CATATAN KRITIS 183
DARI SENAYAN