Page 293 - Prosiding Seminar Nasional: Problematika Pertanahan dan Strategi Penyelesaiannya. Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional bekerja sama dengan Pusat Studi Hukum Agraria
P. 293
FX. Arsin Lukman & Beny Hadinata W.: Analisis Yuridis terhadap Pemegang Hak Atas Tanah ... 285
PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah mempunyai kedudukan yang
strategis dan menentukan, bukan hanya sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 19 UUPA,
tetapi lebih dari itu PP Nomor 24 Tahun 1997 menjadi tulang punggung yang mendukung
berjalannya administrasi pertanahan sebagai salah satu program Catur Tertib Pertanahan dan
Hukum Pertanahan di Indonesia. Peraturan Pemerintah tersebut merupakan bentuk pelaksa-
naan pendaftaran tanah dalam rangka rechts kadaster, yang bertujuan memberikan kepastian
hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas tanah, dengan alat bukti yang
dihasilkan pada akhir proses pendaftaran tanah tersebut berupa Buku Tanah dan Sertifikat
7
Tanah yang terdiri dari Salinan Buku Tanah dan Surat Ukur. Jaminan kepastian hukum yang
hendak diwujudkan dalam rechts kadaster ini, meliputi kepastian status hak yang didaftar,
8
kepastian subjek hak, dan kepastian objek hak.
Rechtskadaster atau legal cadastre merupakan kebalikan dari fiscal cadastre, yaitu
pendaftaran tanah yang bertujuan menetapkan siapa yang wajib membayar pajak atas tanah.
Fiscal cadastre menghasilkan surat tanda bukti pembayaran pajak atas tanah, yaitu Surat
Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT-PBB).
Menurut Pasal 1 angka 1 PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang
dimaksud dengan:
“Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus
menerus, berkesinambungan, dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan
penyajian, serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai
bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun termasuk pemberian surat tanda bukti haknya
bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-
hak tertentu yang membebaninya”.
Sistem pendaftaran tanah yang berlaku di Indonesia adalah sistem pendaftaran hak
(registration of title), bukan sistem pendaftaran akta (registration of deeds). Hal tersebut
tampak dengan adanya buku tanah sebagai dokumen yang memuat data fisik dan data yuridis
yang dihimpun dan disajikan, serta diterbitkannya sertifikat sebagai surat tanda bukti hak
9
yang didaftar.
Sertifikat hak atas tanah merupakan alat pembuktian yang kuat, bukan alat pembuktian
yang mutlak. Hal ini berarti bahwa keterangan-keterangan yang tercantum di dalamnya
mempunyai kekuatan hukum dan harus diterima (oleh Hakim) sebagai keterangan yang
10
benar selama dan sepanjang tidak ada alat pembuktian yang membuktikan sebaliknya. Oleh
karenanya, pemegang sertifikat hak atas tanah masih mungkin digugat pihak lain yang
merasa dirugikan. Dan ketika hal tersebut terjadi, maka pengadilan yang akan memutuskan
alat bukti mana yang benar. Apabila terbukti bahwa data fisik dan data yuridis yang termuat
7 Arie Sukanti Hutagalung, op.cit., hlm. 81
8 Urip Santoso, Pendaftaran dan Peralihan Hak atas Tanah, (Jakarta: Kencana, 2011), hlm. 19.
9 Boedi Harsono, op.cit., hlm. 480
10 Arie Sukanti Hutagalung, op.cit., hlm. 81