Page 108 - Himpunan Policy Brief: Permasalahan dan Kebijakan Agraria Pertanahan dan Tata ruang di Indonesia
P. 108

Permasalahan dan Kebijakan Agraria, Pertanahan, dan Tata Ruang di Indonesia     99


             Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 1999  ini yaitu tentang pelepasan sementara tanah ulayat
             untuk  bidang tanah yang akan dikerjasamakan oleh pihak  lain yaitu pihak yang  bukan  MHA
             untuk  usaha perkebunan yang diberikan hak atas tanah Hak Guna Usaha yang dalam hal ini
             Hak Guna Usaha bukan di atas tanah negara tetapi Hak Guna Usaha di atas tanah ulayat, hal ini
             diatur dalam Pasal 4 ayat (2) dan Pasal (3).  Pasal 4 ayat (2) dan Pasal (3)  Peraturan Menteri
             Negara  Agraria/Kepala  Badan  Pertanahan  Nasional  Nomor  5  Tahun  1999  merupakan
             implementasi ketentuan Pasal 2 ayat (3) UUPA yaitu  hak menguasai negara yang dikuasakan

             pada MHA. Namun demikian pelaksanaan di lapangan implementasi tata laksana pendaftaran
             tanah untuk Hak Guna Usaha di atas tanah ulayat belum pernah ada. Menurut pendapat penulis
             hal  ini  karena  kurangnya sosialisasi peraturan  ini ke  MHA.  Berita adanya  pendaftaran tanah
             ulayat sampai saat ini belum pernah terdengar kecuali pendaftaran tanah desa Pakraman di Bali.

                   Istilah  hak  ulayat  dalam    Peraturan  Menteri  Negara  Agraria/Kepala  Badan  Pertanahan
             Nasional  Nomor  5  Tahun  1999  tidak  muncul  lagi  di  Peraturan  Menteri  Agraria  dan  Tata
             Ruang/Badan  Pertanahan  Nasional  Nomor  9 Tahun  2015   dan  Peraturan  Menteri Agraria dan
             Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Nomor 10 Tahun 2016.  Sedangkan definisi hak ulayat
             tersebut tidak muncul di Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional
             Nomor  9  Tahun  2015  (PMATR/KBPN  No.  9/2015)    dan  Peraturan  Menteri  Agraria  dan  Tata

             Ruang/Badan Pertanahan Nasional Nomor 10 Tahun 2016.    Pada PMATR/KBPN No. 9/2015 dan
             PMATR/KBPN  No.  10/2016  tidak  menggunakan  istilah  hak  ulayat  sebagaimana  pada
             PMNA/KBPN  No.  5/1999  muncul  istilah  tanah  komunal  sebagai  berikut:  Definisi  hak  ulayat
             pada kalimat “  untuk mengambil manfaat dari sumber daya alam, termasuk tanah, dalam wilayah
             tersebut,” dapat diartikan termasuk mengambil manfaat sumber daya alam tambang yang dalam

             PMNA/KBPN No. 5/1999 telah dicabut. Namun dapat diambil pengertian bahwa Hak Komulal
             adalah  hak  ulayat  yang  dipertegas  dengan    kepemilikan  atas  tanahnya  dengan  kalimat  “  hak
             milik bersama atas tanah suatu masyarakat hukum adat”.
                   Tata batas wilayah hutan tidak jelas khususnya letak batasnya di lapangan, padahal  ini
             penting  sekali  dalam  rangka  pelaksanaan  pendaftaran  tanah.  Kondisi    hutan  di  Provinsi
             Bengkulu  makin  memprihatinkan  dan  batasnya  tak  jelas.  Kerusakan  hutan  makin

             memprihatinkan dan tata batasnya tak jelas, kondisi itu menjadi alasan perambah membuka
             hutan  lindung  maupun  konservasi,  bila  ditinjau  secara  teknis  dan  menggunakan  alat  batas
             kawasan  tetap  pada  tempat  yang  baku,  tetapi  masyarakat  tak  mengetahui  pedoman  itu.
             Apabila tapal batas itu masih utuh, maka niat warga untuk membuka hutan akan ragu-ragu.
             terlebih gencarnya penertiban perambah dan pembalakan kayu di Bengkulu saat ini.  Sampai

             sekarang batas wilayah hutan milik negara dan tanah milik masyarakat belum jelas.
                   Pendaftaran  Tanah  harus  dilaksanakan  di  Wilayah  MHA  untuk  menjamin  kepastian
             hukumnya. Surat Keputusan (SK) Bupati tentang wilayah adat di provinsi Bengkulu baru ada 1
             (satu)  yaitu  di  Kabupaten  Lebong,  Kabupaten  lain  masih  dalam  tahap  membuat  peraturan
             daerah dan yang sudah ada peraturan daerah masih baru dalam tahap  identifikasi, verifikasi
             dan validasi. Saat ini Surat Keputusan  wilayah adat Bupati Lebong tersebut masih memerlukan
             persetujuan  dari  Kementerian  Lingkungan    Hidup  dan  Kehutanan  khususnya  tentang
   103   104   105   106   107   108   109   110   111   112   113