Page 109 - Himpunan Policy Brief: Permasalahan dan Kebijakan Agraria Pertanahan dan Tata ruang di Indonesia
P. 109
100 Himpunan Policy Brief
penentuan letak batas hutan adat dan hutan Negara. Bila letak batas hutan adat sudah jelas di
lapangan harus segera dilaksanakan pendaftaran tanahnya. Bukti tertulis kepemilikan tanah
perorangan jarang atau tidak dimiliki pada umumnya oleh masyarakat di Provinsi Bengkulu.
Bukti tertulis kepemilikan tanah baru dibuat bila ada proyek pendaftaran tanah atau
pengadaan tanah.
Tanah adat yang sudah didaftar di Kantor Pertanahan baru tanah adat milik
perseorangan, belum ada pendaftaran tanah untuk tanah ulayat atau tanah komunal. Tanah
adat dengan Surat Keterangan Hak Milik Adat ada yang diproses sebagai tanah adat ada yang
dianggap tanah negara.
Pelaksanaan pendaftaran tanah di Bengkulu telah memperlakukan tanah adat sebagai
tanah Negara. Pernah terbit Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Bengkulu Nomor 132
Tahun 1991 tentang Tata Cara Pemindahan Penguasaan Seseorang Atas Tanah Negara Baik Dari
Bekas Tanah Marga maupun Bekas Tanah Hak Barat Dalam Provinsi Bengkulu. Peraturan
inilah yang dianggap Kantor Pertanahan Pemerintah Provinsi Bengkulu tidak mengakui tanah
marga sebagai tanah adat dari kalimat “Bekas Tanah Marga”.
Rekomendasi
Pelaksanaan pendaftaran tanah di Bengkulu yang memperlakukan tanah adat sebagai
tanah Negara jangan terulang lagi. Bila penetapan wilayah adat oleh Bupati telah disetujui batas-
batasnya di lapangan telah disetujui oleh para pihak khususnya batas hutan adatnya, maka perlu
dipastikan siapa subjek hukum yang memiliki tanah komunal dan memiliki tanah hutan adat.
Subjek hukum nya apakah nama Suku atau atas nama Pemerintah Desa atau atas nama siapa saja
sepanjang penduduk desa tersebut. Pelaksanaan pendaftaran tanahnya apakah hanya sampai
Daftar Tanah atau sampai dengan pembukuan haknya. Bahwa dari peraturan daerah yang
sudah terbit diatur bahwa kepemilikan tanah komunal atau hutan adat tidak dapat dialihkan,
bahkan dalam peraturan daerah diatur juga tentang peralihan kepemilikan tanah adat milik
perseorangan. Bila tanah komunal tidak dapat dialihkan kepemilikan tanahnya maka
pendaftaran tanahnya seyogyanya maksimal sampai pembukuan hak tidak perlu terbit
sertipikatnya atau cukup sampai Daftar Tanah.
Kalau terjadi tanah adat yang diperlakukan sebagai tanah Negara maka kepemilikan tanah
itu tidak diakui telah dilekati hak atas tanah hak milik dan masih harus memperoleh hak atas
tanah dengan pengajukan permohonan hak yang berakibat membayar Bea Perolehan Hak Atas
Tanah dan Bangunan jelas akan memberatkan masyarakat. Terhadap tanah komunal harus
dibedakan yang keberadaannya sudah turun temurun (tanah adat) dan tanah komunal yang
baru dimohon misalkan bekas Hak Guna Usaha atau bekas pelepasan kawasan hutan (tanah
negara).
Biaya biaya pemasangan tanda batas dan pengukuran batas hutan adat terlalu berat kalau
dibebankan ke masyarakat adat, biaya ini seyogyanya ditanggung oleh pemerintah.
Pasal 4 ayat (2) dan Pasal (3) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan
Nasional Nomor 5 Tahun 1999 merupakan implementasi ketentuan Pasal 2 ayat (3) UUPA yaitu
hak menguasai negara yang dikuasakan pada MHA tentang pelepasan sementara tanah ulayat