Page 112 - Himpunan Policy Brief: Permasalahan dan Kebijakan Agraria Pertanahan dan Tata ruang di Indonesia
P. 112

Permasalahan dan Kebijakan Agraria, Pertanahan, dan Tata Ruang di Indonesia     103


             dan/atau  benda-benda  adat;  dan  kelembagaan/sistem  pemerintahan  adat,  kemudian  di
             verifikasi dan validasi dan penetapan sebagai Masyarakat Hukum Adat. Kajian terkait eksistensi
             masyarakat  hukum  adat  di  NTT  yang  mengkaji  kewenangan,  inisiasi  dan  peluang  dan
             tantangan Pemerintah Daerah dalam dalam mengatur alternatif penyelesaian sengketa berbasis
             adat.  Hasil  kajiannya  menyimpulkan  bahwa  Pemerintah  Daerah  mempunyai  kewenangan
             dalam  penyelesaian  sengketa,  karena  pengaturan  sub  urusan  sengketa  tanah  garapan  yang
             masuk  dalam  lingkup  urusan  pemerintahan  bidang  pertanahan  dan  Pemerintah  Daerah

             memiliki  kewenangan  untuk  menyelesaikan  konflik  dengan  mengedepankan  pranata  adat,
             serta  sebagai  wujud  inisiasi  Pemerintah  Kabupaten  Manggarai  melalui  perda  penyelesaian
             sengketa  tanah  berbasis  adat,  yang  memiliki    peluang  tantangan  diantaranya  yaitu:  (a)
             oportunisme  masyarakat  dalam  memilih  forum  yang  menguntungkan  kepentingannya;  (b)

             tidak seragamnya konstruksi hukum adat di Manggarai; (c) peluang ketidaksepahaman aparat
             penegak  hukum  untuk  mengikuti  hasil  penyelesaian  sengketa  tanah  berbasis  adat;  dan  (d)
             belum adanya pengakuan masyarakat hukum adat di Kabupaten Manggarai. Adapun peluang
             dari adanya perda sengketa berbasis adat ( Dian Agung Wicaksono dan Ananda Prima Yurista,
             ISSN  1410-5632  Vol.  18  No.  2).    Berdasarkan  hal  tersebut  perlu  dilakukan  kajian  mengenai
             Eksistensi Masyarakat Hukum Adat di NTT, model penguasaan tanah dan penyelesaian tanah

             suku sebagai tanah ulayat berbasis adat dan model  pendaftaran tanah suku di NTT.

             Eksistensi masyarakat Hukum Adat di Nusa Tenggara Timur
                   Berdasarkan  hasil  penelitian  Fakultas  Hukum  Universitas  Nusa  Cendana  Kerjasama
             DPRD tentang penguasaan Hak Ulayat (tanah ulayat) Dalam Masyarakat adat di Provinsi Nusa

             Tenggara  Timur  (2009)  menyatakan  bahwa  Persekutuan  masyarakat  hukum  adat  Nusa
             Tenggara Timur terbentuk atas dasar 3 dimensi, yaitu: a) Kesamaan keturunan. Persekutuan ini
             disebut  persekutuan  hukum  adat  geneologis;  b)  Campuran  (kesamaan  keturunan  dan
             kesamaan  tempat  tinggal).  Persekutuan  ini  disebut  persekutuan  hukum  adat  geneologis-
             teritorial;  c)  Kesamaan  wilayah  tempat  tinggal.  Persekutuan  ini  disebut  Persekutuan  hukum
             adat teritorial. wewenang MHA atas tanah ulayatnya pada umumya masih ada, namun tidak

             lagi  dalam  pengertiannya  yang  murni  dan  lengkap.  Khususnya  kewenangan  dalam  bidang
             persedian tanah misalnya tidak berfungsi sebagaimana mestinya karena pada umumnya tanah
             ulayat  yang  semula  berstatus  sebagai  tanah  bersama,  karena  proses  individualisasi  berubah
             menjadi  hak  perorangan.  Demikian  juga  keberadaan  ulayat  sudah  tidak  dalam  keadaannya
             yang  murni  dan  lengkap.  Berbeda  dengan  hasil  symposium  mengenai  tanah  suku

             berkesimpulan  bahwa  di  Nusa  Tenggara  Timur  sudah  tidak  ada  tanah  suku  (tanah  ulayat)
             karena  telah  terjadi  proses  individualisasi  dan  disintegrasi  suku,  sehingga  keberadaan  suku
             sudah tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai sebuah persekutuan genealgis. Untuk merunut
             keberadaan tanah suku dapat dilihat dalam Gambar 1 berikut:
   107   108   109   110   111   112   113   114   115   116   117