Page 115 - Himpunan Policy Brief: Permasalahan dan Kebijakan Agraria Pertanahan dan Tata ruang di Indonesia
P. 115
106 Himpunan Policy Brief
turun temurun proses yang dilakukan adalah dengan pengakuan hak, untuk tanah yang
memiliki bukti kepemilikan tanah adat, dan apabila riwayat bukti kepemilikan tanah tidak
lengkap/sambung. Pengakuan hak bukti penguasaan fisik yang diketahui oleh kepala desa itu
sudah cukup membuktikan bahwa yang bersangkutan berhak untuk mendapatkan hak atas
tanah. namun jalan pintas dengan pelepasan hak agar lebih mudah dalam pendaftaran
tanahnya, padahal itu sangat merusak tatanan dalam sistem pendaftaran tanah. Pelepasan
tanah adat adalah awal memulai proses pendaftaran tanah karena melalui pelepasan, pemilik
tanah adat akan mengeluarkan bukti pelepasan berupa surat keterangan pelepasan tanah adat.
Bukti pelepasan tanah adat berupa surat keterangan pelepasan tanah akan diurus dan
dikeluarkan oleh pemangku adat. Secara konsep riwayat hak atas tanah berbanding lurus
dengan penggunaan tanah. Hak atas tanah adat timbul, apabila tanah digunakan, kalau tidak
dipergunakan, maka haknya hilang hal tersebut adalah prinsip rechverwerking. Berbeda dengan
daluarsa hak barat, seseorang menggarap tanah selama 20 tahun, maka menjadi hak dia yang
menggarap. Apabila tanah ditinggalkan cukup lama, maka hak akan hilang, menandakan
bahwa sebenarnya masyarakat hukum adat, minta menggunakan tanah tersebut, bukan
menghaki tanah tersebut. Dengan adanya pendaftaran tanah tersebut secara alamiah
kepemilikan bersama tersebut semakin lama semakin menyempit (mungkret) akibat proses
individualisasi pemilikan tanah. Apalagi hak-hak individu yang sifatnya keperdataan, sekalipun
sebenarnya pada awalnya berasal dari hak adat yang bersifat hak bersama semacam hak ulayat
atau hak-hak adat yang serupa dengan itu dan sangat kecil kemungkinannya kembali menjadi
hak-hak yang bersifat komunal. (Lubis & Lubis 2012)
Kesimpulan
1. Eksistensi keberadaaan masyarakat hukum adat di wilayah Nusa Tenggara Timur dapat
dibedakan menjadi 3 yaitu :
a. Geneologis: keturunan, tidak mensyaratkan penguasaan tanah bersama.
b. Teritorial: mensyaratkan penguasaan tanah secara bersama.
c. Geneologis-teritorial: mensyaratkan keturunan dan penguasaan tanah secara bersama.
Berdasarkan sejarah jabatan kepala masyarakat hukum adat (kepala suku) yang berada di
NTT adalah pemberian Portugis, sehingga kewenangan kepala suku lebih sebatas
mengurus pemerintahan masyarakat hukum adat yang bersangkutan. Urusan tanah,
kepala suku hanya mengatur penggunaan dan pemanfaatan tanah di wilayah masyarakat
hukum adat yang bersangkutan dan bukan berarti memiliki tanah yang berada di wilayah
masyarakat hukum adat tersebut.
2. Pola penguasaan tanah masyarakat hukum adat sebagian masih dipergunakan dan
dimanfaatkan sebar bersama-sama dan sebagian besar telah dipergunakan dan
dimanfaatkan secara individu dan turun temurun. Penggunaan dan pemanfaatan tanah di
wilayah masyarakat hukum adat dengan ijin dari ketua adat (suku) dengan ritual adat.
Contohnya : sirih pinang. Penrkembanganya, apabila ada kegiatan pemerintah yang terkait