Page 120 - Himpunan Policy Brief: Permasalahan dan Kebijakan Agraria Pertanahan dan Tata ruang di Indonesia
P. 120
Permasalahan dan Kebijakan Agraria, Pertanahan, dan Tata Ruang di Indonesia 111
bentuk penguasaan/pemilikan tanah adat, dilanjutkan dengan kajian mengenai pengakuan
keberadaan masyarakat hukum adat dan tanah adat oleh Pemeritah dan Pemerintah Daerah
Provinsi Kalimantan Tengah, serta kajian mengenai operasionalisasi keberadaan tanah adat
dalam pelaksanaan kegiatan pensertipikatan tanah adat yang berada pada kawasan hutan.
Tanah Adat/Ulayat Tersebar Secara Sporadis
Berdasarkan hasil identifikasi dan kajian sesungguhnya tanah ulayat masyarakat adat
Dayak secara sporadis tersebar di beberapa wilayah dapat diidentifikasi berdasarkan
keberadaan masyarakat adat Dayak, keberadaan pola pemanfaatan tanah serta tatanan yang
mengatur masyarakat adat. Pertama, berdasarkan identifikasi masyarakatnya, komunitas
masyarakat adat Dayak di Kalimantan Tengah mempunyai keragaman budaya karena berasal
dari beberapa entitas suku dan sub suku Dayak. Walaupun mempunyai beragam budaya-
istiadat, namun keberadaan mayarakat adat Dayak yang masih tetap ekisis dan dipertahankan
adalah adanya sistem kekerabatan dan kebersamaan dalam rumah Betang serta masih
terselenggaranya ritual-ritual adat (Kaharingan) secara rutin maupun berkala terkait dengan
kepercayaannya pada roh-roh gaib yang ada disekitar kehidupannya. Dalam upaya pengakuan,
penghormatan dan penghargaan keberadaan hak-hak masyarakat adat, Pemerintah Daerah
membentuk kelembagaan Kedamangan untuk mengorganisir masyarakat adat Dayak melalui
melalui Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Tengah Nomor 16 Tahun 2008 tentang
Kelembagaan Adat Dayak di Kalimantan Tengah, yang ditindak-lanjuti dengan Peraturan
Gubernur Kalimantan Tengah Nomor 13 Tahun 2009 dan diubah dengan Peraturan Gubernur
Kalimantan Tengah Nomor 4 Tahun 2012. Lembaga ini utamanya berperan sebagai wadah
penyelenggaraan kegiatan-kegiatan sosial dan budaya.
Kedua, kondisi faktual penguasaan terhadap tanah-tanah ulayat oleh masyarakat adat
Dayak, secara alami sudah terindividualisasi menjadi tanah milik perorangan dan/atau badan
hukum, namun di beberapa wilayah masih tersebar secara sporadis tanah ulayat. Eksitensi
tanah ulayat/adat selain diatur dalam Peraturan Daerah dan Peraturan Gubernur tersebut, juga
dapat diketahui dari pemanfaatan tanahnya dilakukan secara secara alami. Berdasarkan
peruntukan dan pengelolaan wilayah (tanah), terdapat dua pola penguasaan tanah, yaitu:
bidang-bidang tanah yang semula merupakan tanah adat namun karena sudah (pernah
dan/atau masih) dimanfaatkan secara intensif oleh anggota masyarakat. Penguasaan tanah
sudah semakin terindividualisasi (sifat privat semakin kuat) sehingga dapat dimaknai sebagai
tanah milik individu (perorangan atau kelompok keluarga) baik sebagai tempat tinggal
dan/atau pertanian yaitu: Rumah Panjae, Taba', Temawai, Damun, Tapang Manye/Hutan Madu,
Kerapa, dan Umai, dan sebagainya. Disamping penguasaan secara individu tersebut, terdapat
wilayah (tanah) adat yang pemanfaatannya tidak intensif (tidak dilakukan
penggarapan/pengolahan tanah), yang sifat publiknya masih kuat (belum terindividualisasi)
dikuasai oleh komunitas (sesuai entitas suku atau sub suku masyarakat adat masing-masing)
dengan beragam istilah dan pemanfaatan seperti: Tanah Mali, Kampong Puang, Pendam,
Penganyut Aek, Pulau/hutan cadangan, Hutan Simpan, Endor Nampok, dan sebagainya.