Page 123 - Himpunan Policy Brief: Permasalahan dan Kebijakan Agraria Pertanahan dan Tata ruang di Indonesia
P. 123

114    Himpunan Policy Brief


             mewujudkan  keinginan  penguasaan  tanah  5  Ha/KK  (di  luar  tanah  yang  sudah  dikuasai),
             sehingga kawasan-kawasan yang sudah ada izin juga dapat diklaim dan dipasang patok batas
             penguasan  tanah.  Patut  dipertanyakan,  dimana  memperoleh  tanah  (kosong)  yang  akan
             dibagikan  tersebut,  kecuali  dengan  cara  a  mengambil  (“merebut”)  dari  HGU  atau  kawasan
             kehutanan.

             Jalan Panjang: Upaya Penyelesaian Melalui IP4T dan PPTKH

                   Sejak  amandemen  Undang-undang  Pokok  Kehutanan  oleh  Mahkamah  Konstitusi  yang
             ditindaklanjuti dengan Perber 4 Menteri dan Permen ATR/BPN Nomor 10 Tahun 2016 tentang
             Tata Cara Penetapan Hak Komunal atas tanah Masyarakat Hukum Adat dan Masyarakat yang
             berada  dalam  Kawasan  Tertentu,  terbuka  peluang  terhadap  pengakuan  dan  pendaftaran

             penguasaan  dan  pemilikan  tanah  oleh  masyarakat  (perorangan  maupun  komunal)  di  dalam
             kawasan  hutan.  Kebijakan  ini  merupakan  langkah  maju,  namun  dalam  realitasnya  ternyata
             upaya  penguatan  hak  atas  tanah  melalui  IP4T  menemui  jalan  buntu,  dan  itupun  hanya
             memproses  tanah-tanah  yang  dikuasai  dan  dimanfaatkan  secara    perseorangan,  padahal
             masyarakat adat mengenal hak ulayat yang di dalamnya terdapat hak perseorangan, kolektif,
             dan komunal.

                   Buntunya  penyelesaian  pemilikan  tanah  masyarakat  melalui  IP4T  karena  alasan  dasar
             hukumnya  masih  lemah,  selanjutnya  Perber  4  Menteri  diganti  dengan  Peraturan  Presiden
             Nomor  88  Tahun  2017  tentang  Penyelesaian  Penguasaan  Tanah  Dalam  Kawasan  Hutan.
             Kebijakan  dalam  Perpres  ini  dilakukan  dalam  rangka  menyelesaikan  dan  memberikan
             perlindungan hukum atas hak-hak masyarakat dalam kawasan hutan yang menguasai tanah di

             kawasan hutan melalui kegiatan PPTKH. Dalam rangka penyelesaian penguasaan tanah-tanah
             pada  kawasan  hutan  di  Kalimantan  Tengah,  pada  Tahun  2018  terdapat  permohonan  di
             Kabupaten  Barito  Selatan  dan  Kabupaten  Barito  seluas    74.850,37  hektar.  Terhadap  usulan
             Bupati  tersebut  yang  dapat  dipetakan/dianalisis  oleh  Tim  Inver  sebanyak  76,5  %  (68.259,95
             hektar) dari luas yang diusulkan, berarti sisanya yaitu: 33,5 % (40.975,27 hektar) tidak dapat
             dipetakan.  Selanjutnya  dari  luas  bidang  tanah  yang  dipetakan/dianalisis,  terdapat  seluas

             27.284,68  Hektar  (atau  36,45  %  dari  luas  usulan)  bidang  tanahnya  berada  di  dalam  Peta
             Indikatif alokasi kawasan hutan untuk penyediaan TORA serta seluas 40.975,27 Hektar (atau
             54,74 % dari luas usulan) bidang tanahnya berada di luar Peta Indikatif alokasi kawasan hutan
             untuk penyediaan TORA sehingga tidak dapat dilakukan penyelesaian. Walaupun berdasarkan
             fakta  hasil  identifikasi  dan  verifikasi  di  lapangan  oleh  Tim,  senyatanya  bidang-bidang  tanah

             telah  dikuasai  oleh  masyarakat,  tetapi  karena  berada  di  luar  peta  indikatif  yang  dikeluarkan
             oleh Otoritas Kementerian LHK, sehingga tidak dapat dilakukan penyelesaiannya. Berarti data
             lapangan  penguasaan  de  facto  dikesampingkan  berdasarkan  kebijakan  top  down  (peta
             indikatif). Sesuai dengan pasal 7 Perpres 88 Tahun 2017 terhadap usulan tersebut yang dapat
             dilakukan  penyelesaiannya  melalui  pola  perubahan  batas  23.177,11  Hektar  (atau  30,96  %  dari
             luas usulan) dan perhutanan sosial 4.107,57 Hektar (atau 5,49 % dari luas usulan).
   118   119   120   121   122   123   124   125   126   127   128