Page 124 - Himpunan Policy Brief: Permasalahan dan Kebijakan Agraria Pertanahan dan Tata ruang di Indonesia
P. 124
Permasalahan dan Kebijakan Agraria, Pertanahan, dan Tata Ruang di Indonesia 115
Bias-bias dalam praktek pengakuan penguasaan tanah adat atau tanah ulayat masyarakat
adat Dayak pada kawasan hutan melalui pola IP4T maupun pola PPTKH yaitu: 1) Sasaran
(obyek yang diproses) hanya terhadap tanah-tanah milik perorangan; 2) terdapat dilema dalam
menentukan bentuk hubungan hukum masyarakat adat dengan tanah adatnya; 3) terdapat
dilema dalam penentuan subyek hukum yaitu etnisitas Dayak atau lembaga adat
(Kedamangan); serta 4) belum jelasnya kedudukan masyarakat adat sebagai subyek hukum
(hak atas tanah).
Kesimpulan
Upaya pengakuan penguasaan tanah-tanah ulayat masyarakat adat Dayak pada kawasan
hutan terjadi bias-bias dalam praktek karena, antara lain:
1. Sejalan dengan masih kuatnya klaim terhadap sebagian besar wilayah Kalimantan Tengah
sebagai kawasan hutan, juga dalam pensertipikatan tanah semua diproses melalui
pemberian hak karena dianggap sebagai tanah negara.
2. Dalam pelaksanaan IP4T dan PPTKH selain belum tuntas, juga hanya memprioritaskan
terhadap penguasaan bidang-bidang tanah secara individu, sedangkan penyelesaian bidang-
bidang tanah ulayat/adat belum diakomodir sama sekali.
3. Belum diusulkannya tanah adat/ulayat sebagai obyek penyelesaian penguasaan tanah
melalui kegiatan IP4T dan PPTKH karena belum adanya ketegasan/kejelasan dalam
memaknai status hukum tanah ulayat, bentuk unit sosial dan kedudukan masyarakat adat
Dayak sebagai subyek hukum hak atas tanah.
Rekomendasi
1. Dalam upaya merealisasikan pengakuan penguasaan tanah ulayat oleh Pemerintah, maka
Bupati setempat harus juga mengajukan permohonan penyelesaian terhadap penguasaan
tanah-tanah ulayat oleh masyarakat adat Dayak melalui kegiatan PPTKH.
2. Dalam kegiatan inventarisasi dan verifikasi penguasaan tanah-tanah ulayat oleh masyarakat
adat Dayak, para pelaksana tidak hanya melakukan kajiannya berdasarkan fakta-fakta
hukum semata, namun harus juga melihat dari fakta-fakta sosial dan budaya setempat.
3. Agar pengadministrasian tanah ulayat dapat dilakukan secara tuntas, maka perlu ada
kebijakan dari: 1) Kementerian ATR/BPN yang mengatur status hukum tanah ulayat, dan
kedudukan masyarakat adat Dayak sebagai subyek hukum hak atas tanah; serta 2)
Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Tengah menetapkan bentuk unit sosial masyarakat
adat Dayak.
4. Jika pengakuan terhadap kedudukan masyarakat adat Dayak hanya bersifat kewenangan
publik semata, maka Pemerintah Daerah memfasilitasi kegiatan pembukuan tanah-tanah
ulayat dalam daftar tanah (dan peta pendaftaran) oleh Kantor Pertanahan setempat.