Page 114 - Himpunan Policy Brief: Permasalahan dan Kebijakan Agraria Pertanahan dan Tata ruang di Indonesia
P. 114

Permasalahan dan Kebijakan Agraria, Pertanahan, dan Tata Ruang di Indonesia     105


             Penyelesaian Sengketa Berbasis Adat
                   Konflik lahan antarwarga menyebar hampir di seluruh kabupaten/kota di NTT, misalnya
             di  Manggarai,  Flores  Timur  dan  Sumba  Barat  Daya.  Terdapat  dua  kategori  kekerasan  dalam
             konflik antarwarga yaitu konflik lahan terkait kepemilikan individu dan konflik lahan terkait
             kepemilikan komunal (The Habibie Center, 2013). Pertama, konflik lahan terkait kepemilikan
             individu.  konflik  lahan  terkait  kepemilikan  komunal.  Untuk  kategori  kedua,  konflik  lahan
             terkait kepemilikan komunal yaitu konflik yang terjadi antara satu kelompok suku atau desa

             dengan  kelompok  suku  atau  desa  lainnya  yang  memperebutkan  lahan  kepemilikan  bersama
             seperti tanah ulayat atau lahan yang menjadi batas wilayah di antara dua desa. Faktor penyebab
             terjadinya konflik lahan tidak hanya karena klaim atas lahan dari dua kelompok yang berbeda
             tapi dapat dipicu juga oleh kebijakan pemerintah daerah terhadap penggunaan atau penetapan

             fungsi lahan tertentu. Insiden dalam konflik lahan kategori ini kerap berulang kembali dengan
             melibatkan pengerahan massa dengan jumlah yang besar dari waktu ke waktu. Konfik tanah
             ulayat dan batas wilayah desa perlu mendapatkan perhatian mendalam karena terkait dengan
             permasalahan  struktural  yang  melibatkan  kebijakan  pemerintah  daerah.  Beberapa  kasus
             sengketa berbasis adat seperti di Manggarai Timur karena perbedaan persepsi sejarah tentang
             batas admininstrasi pertanaman  di masa lalu dan timpang tindih penggunaan lahan pertanian.

             Kasu di Ngada sengketa tanah woe antara Desa Seso dan Desa Waepana masih memakai pola
             penyelesaian secara musyawarah dan mediatornya adalah dari Kantor Pertanahan Kabupaten
             Ngada.  Faktor-faktor  penyebab  sekaligus  penghambat  dalam  proses  penyelesaian  sengketa
             tanah  woe  pada  umumnya  antara  lain:  Batas  tanah  woe  yang  tidak  jelas,  adanya  praktek
             ketidakadilan, adanya klaim dari negara atau pemerintah kabupaten ngada, kehilangan saksi

             atau pelaku sejarah, meningkatnya nilai tanah secara ekonomi, mempertahankan status sosial,
             melunturnya nilai budaya, pemahaman salah terhadap adat, kurangnya sosialisasi dan faktor
             politik. Proses mediasi berhasil dengan pihak dari Desa Waepana disini diwakili oleh Kepala
             Desa  menyerahkan  kembali  tanah  tersebut  disertai  ganti  kerugian  dari Pemerintah  dan  dari
             pemerintah diserahkan kembali ke pihak suku meli yang diwakili oleh Ketua Adat dari Suku
             Meli  (Bhodo  2013).  Pada  dasarnya  mekanisme  penyelesaian  masalah,  pranata  adat  memiliki

             prinsip yang berbeda-beda antara masyarakat adat satu dengan yang lainnya. Dalam konteks
             ini, mempertegas sejauh mana pranata adat memiliki kewenangan dalam penanganan sengketa
             adat diantara para anggotanya. Oleh karenanya pengaturan fungsi pranata adat ini harus diatur
             secara lebih rinci dan pasti melalui sistem hukum Indonesia sehingga terbangun kelembagaan
             penanganan konflik sosial dalam pranata adat secara lebih jelas


             Pendaftaran Tanah Ulayat Suku
                   Permasalahan pelaksanaan pendaftaran tanah ulayat (tanah suku) di NTT adalah karena
             tidak adanya alat bukti hak, maka pendaftaran tanah suku dengan cara pemberian hak, karena
             dianggap  tanah  tersebut  adalah  tanah  negara.  Tuan  tanah/adat  melepaskan  tanah  kepada
             negara dan diterbitkan SK pemberian hak kepada masyarakat yang mengajukan permohonan

             hak ke Kantor pertanahan. Seharusnya karena masyarakat adat telah menguasai lama secara
   109   110   111   112   113   114   115   116   117   118   119