Page 102 - Antologi Puisi Agraria Indonesia
P. 102
Miyazawa hidup dalam masyarakat tani Jepang yang telah bebas
dari penindasan. Baik dari penindasan tuan tanah dan penguasa
feodal, maupun dari penindasan pemilik modal yang serakah.
Pemberontakan petani yang terjadi di Jepang pada akhir abad
ke-19, tepat pada zaman Restoraji Meiji, telah berhasil mengubah
nasib mereka dari kaum yang tertindas dan teraniaya menjadi
kelas masyarakat yang terbebaskan. Mereka menjadi pemilik sah
tanah-tanah pertanian yang mereka garap dan menjadi tuan pula
hasil panen yang diperoleh berkat jerih payahnya.
Keadaannya lain dengan di tanah air kita di Indonesia. Sejak
zaman kolonial hingga kini mereka didera oleh derita panjang
turun temurun. Perlawanan demi perlawanan yang sporadis dan
gegap gempita telah berlangsung secara berkesinambungan dari
daerah yang satu hingga daerah lain, namun keadilan belum pernah
memihak kepada mereka. Tuntutan akan perbaikan undang-undang
agraria yang memihak petani digemakan pula secara beruntun
semenjak negeri ini memproklamasikan kemerdekaan.
Sajak-sajak dalam antologi kecil ini hanya sekeping cermin
dari jerit lirih dan lantang yang telah disuarakan para petani selama
berkurun-kurun. Secara terbuka anak-anak petani dari generasi
baru mendedahkan secara terbuka kritik dan protes mereka
terhadap ketimpangan sosial, dan tindakan sewenang-wenang
yang ditimpakan ke pundak mereka. Dari sajak-sajak mereka yang
bersahaja kita dapat merasakan getirnya hidup sebagai lapisan
masyarakat yang terabaikan dan pada saat yang sama hak-haknya
terus dirampas. Mereka dipaksa menerima struktur kehidupan asing
dan berat yang diberlakukan tanpa belas kasihan kepada mereka di
bidang sosial budaya, ekonomi, dan politik. Dalam struktur yang
dipaksakan itu mereka menjadi komunitas yang tersisihkan dan
seakan-akan pula tampil sebagai massa tanpa kewarganegaraan.
Tetapi perjuangan menuntut hak hidup dan keadilan yang terampas
Epilog 87