Page 104 - Antologi Puisi Agraria Indonesia
P. 104

Namun ia bertekad takkan mengeluh dan yakin petani,
             sebagai kekuatan sosial dengan perjuangan moralnya, tak akan
             bisa dilumpuhkan. Katanya, “…semangat kami akan terus
             berkobar”. Sayang sebagaimana sajak-sajak lain dalam antologi ini
             pada umumnya, sajak-sajak dari Kulonprogo ini terlalu lugas dan
             ungkapan-ungkapannya belum diolah secara maksimal menjadi
             pengucapan yang cukup puitik.
                 Dari Kulonprogo kita pindah ke Cilacap. Di sini Hizi
             Firmansyah menorehkan kenangan atas kota kelahirannya yang
             dahulunya merupakan sebuah desa yang hijau, ramah dan cukup
             gemah ripah. Tetapi kini tanah kelahirannya itu tumbuh menjadi
             kota yang udaranya tercemar, hiruk pikuk dan tak lagi ramah
             disebabkan kehadiran industri. Katanya, “Dulu kota ini teramat
             ramah/ sebelum taman menjadi perkantoran”.
                 Dalam antologi ini ada juga sajak-sajak dari Madura dan
             Gorontalo. Beberapa sajak dari Madura tampak penulisnya telah
             berusaha menemukan ungkapan yang relatif puitik. Kalau mau
             dibahas semua tentu saja akan begitu panjang lebar. Yang jelas
             nada sajak dari Gorontalo dan Madura itu sebenarnya tidak
             jauh berbeda dengan sajak-sajak dari Kulonprogo dan Cilacap.
             Tantangan hidup yang dihadapi petani ternyata sama di empat
             tempat itu karena corak kekuasaan yang dihadapi sama. Ada jerit
             lirih, teriakan lantang yang tersekat, dan cercaan. Semuanya sekali
             lagi diungkapkan dengan kata-kata yang bersahaja dan mudah
             dipahami.
                 Selamat merenungi puisi yang telah anda baca ini. Segala
             kekurangan pada sajak-sajak tersebut dapat dimaklumi karena
             para penulisnya tidak pernah berpamrih menjadi penyair.


                                                       Abdul Hadi W.M



                                                          Epilog   89
   99   100   101   102   103   104   105   106