Page 14 - Tanah untuk Rakyat Laki-laki dan Perempuan Indonesia
P. 14

tanah terlantar dan tanah negara lainnya; 4,1 juta hektar pelepasan
            kawasan hutan (BPN 2017).
                   Kepemilikan tanah seluas 9 juta hektar ini apabila dinyatakan
            dalam  persil  menjadi  sebanyak  18  juta  persil  (PerKaban  25  Tahun
            2015). Setelah  dilaksanakan RA, maka  untuk memperkuat haknya
            segera dilakukan sertipikasi. Untuk mencapai hal tersebut  Presiden
            Jokowi  sudah merencanakan kenaikan  target legalisasi  aset kita
            dari 5 juta bidang di  tahun 2017 meningkat menjadi 7 juta bidang
            tahun 2018 dan 9 juta bidang tahun 2019. Lebih lanjut dalam arah
            kebijakan dan  strategi  nasional  yang  tercantum di dalam  Rencana
            Startegis (Renstra) Kementerian  Agraria  dan  Tata Ruang/Badan
            Pertanahan  Nasional Tahun  2015-2019  , salah satu sub  agenda  kita
            adalah  menjamin kepastian  hukum hak  kepemilikan tanah dengan
            salah  satu  sasaran  kegiatannya adalah  memperbesar cakupan
            bidang tanah yang bersertipikat (PerKaban 25 Tahun 2015). Hingga
            akhir  tahun  2016  baru  45  juta  bidang  yang  bersertipikat  dari  130
            juta bidang secara keseluruhan belum termasuk bidang tanah yang
            sudah  mengalami  pemecahan  (Djalil  2017).  Bahkan  secara  masif
            dilaksanakan sosialisasi dan diskusi terkait hal ini mengingat dengan
            program percepatan, legalisasi aset bisa meningkat dari 3,9 juta hektar
            menjadi  ±8  juta  hektar atau  22,89  juta  bidang  (PPPM-STPN  2017).
            Hal ini perlu dilakukan mengingat setiap tahun capaian legalisasi aset
            hanya berkisar 8 ribu bidang jauh dari kata cukup untuk mencapai
            Indonesia terpetakan 100% (Laporan, 19).

                   Selain  itu  perlu  menjadi  perhatian  kita  bersama  bahwa
            pemerintah  lupa  akan  satu  hal  yang  seringkali  menafikan  hal-hal
            kecil yang sebetulnya sangat krusial yaitu keadilan jender. Walaupun
            sesungguhnya Undang-Undang Pokok  Agraria (UUPA)  sarat
            dengan  watak kerakyatan  dan  selama ini  pelaksanaanya mengalami
            kemajuan-kemajuan  yang berarti, namun  selama 32  tahun  terakhir
            ini,  pelaksanaannya sangat dipengaruhi dan diwarnai sistem  politik,
            dan ekonomi  yang  menitikberatkan  pada  pertumbuhan ekonomi
            dengan peningkatan investasi secara berlebihan. Hal ini menyebabkan
                                         xiv
   9   10   11   12   13   14   15   16   17   18   19