Page 10 - Penegakan Hukum Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar
P. 10
KATA PENGANTAR:
Urgensi Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar
Prof. Dr. Endriatmo Soetarto, M.A.
Membaca buku ini saya bisa merasakan urgensinya sebab sebenarnya
kebutuhan akan tanah sebagai sumber nafkah pokok penduduk (pertanian)
desa masih menjanjikan dan memikat, khususnya bagi kaum muda. Ini
tentu banyak dimensinya mulai dari aspek ekonomi, sosial, dan politik.
Dari sisi ekonomi kita tahu campur tangan pemerintah kelihatannya
justru lebih condong ke arah anti poor people policy. Impor produk bahan
pangan pokok (beras), sembako, hortikultur, daging, dan lain-lain sungguh
berisiko bagi mereka yang hendak berkiprah terjun berbisnis di sektor
pertanian. Pembangunan agroindustri berskala besar menjadi diutamakan
dibanding pengembangan small scale industry, dan lain-lain
Pemerincian lebih jauh uraian di atas maka kita menyaksikan
usaha atau strategi nafkah (livelihood) yang dilakukan penduduk desa
kini sudah semakin terdiversifikasi. Kesetimbangan pendapatan rumah
tangga telah semakin bergeser dari pertanian ke non pertanian.
Jika menghubungkan dengan kemiskinan maka sudah tampak
gejala yang semakin kuat bahwa keterhubungan antara kemiskinan
dan startegi nafkah terkait dengan tanah semakin menjauh. Kehidupan
semakin mobile dan strategi nafkah beringsut delocalized. Peran
remittance semakin tinggi dalam komposisi pendapatan rumah tangga.
Proporsi petani tua semakin meningkat. Perubahan sosio budaya semakin
tertanam kuat dalam pilihan pekerjaan dan gaya hidup.
Peningkatan jumlah penduduk, infiltrasi kota ke pedesaan
semakin intens, investasi dalam pembangunan infrastruktur semakin
pekat, demikian pula dalam pembangunan industri manufaktur yang
semakin merangsek ke pedesaan, dan lain-lain
Contoh-contoh di atas jika akan dihubungkan dengan pembangkan
pendayagunaan tanah terlantar menjadi tidak sederhana. Gejala
rekonsentrasi juga menambah pelik persoalan, dalam arti tanah-tanah yang
pernah diredistribusikan kembali dalam pelukan kuasa kaum pemodal,
dan akhirnya ketimpangan penguasaaan tanah tetap menjadi problem
baik secara latent maupun manifest.
Kata Pengantar ix