Page 11 - Penegakan Hukum Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar
P. 11
Dengan demikian jika tanah terlantar akan ditertibkan, maka
pertanyaannya oleh siapa dan kepada siapa tanah tersebut akan
dialamatkan. Mempercayakan kepada rezim penguasa yang pro
‘pertumbuhan ekonomi’ sudah pasti akan kita pahami ‘akhir ceritanya’.
Lihatlah contoh pemberian ijin tanah-tanah HGU yang sedemikian
‘gelap’ dan ‘rahasia’ nya sehingga sulit diakses informasinya oleh publik.
Adanya gejala tanah terlantar dan keinginan pendayagunaannya
bagi petani atau warga desa pada umumnya memang tidak mudah. Kita
tak bisa melihat sektor pertanian, dan kebutuhan akan tanah sebagai
dua hal yang berbeda dan kemudian dikerangkai oleh cara pemikiran
yang bersifat teknis dan linear sebagai usaha mengurangi ketimpangan
dan apalagi upaya memerangi kemiskinan. Mengapa, karena semua itu
sesungguhnya ada dalam kerangka kepentingan ekonomi-politik yang
jauh lebih luas. Politik Agraria (mencakup politik pertanian) perlu
dinyatakan secara tegas komitmen, dan arahnya berikut infrastruktur
ekonomi politik yang akan mendukungnya.
Dalam kerangka ranah hukum, maka perlu dipastikan dulu
seberapa jauh regulasi dan kebijakan yang ada masih memadai untuk
diacu, jika penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar dimaksudkan
tidak sekedar sebagai gebrakan sesaat untuk mengurangi ketimpangan
penguasaan tanah. Jika belum atau tidak memadai apa yang perlu
dilakukan agar pendayagunaan tanah terlantar mampu menjadi
instrumen pembangkitan ekonomi warga desa pada umumnya.
Dari sejumlah hal yang diuraikan di atas, tentu saya menyambut
baik kelahiran naskah buku ini. Belum banyak buku berbahasa Indonesia
yang meninjau ‘tanah terlantar’. Oleh karena itu peluncuran buku ini
tentu saja akan menambah khazanah kekayaan pustaka agraria kita
khususnya perihal wacana tanah terlantar.
Terakhir saya ucapkan selamat kepada penulis dan kepada penerbit.
x Penegakan Hukum Penertiban Dan Pendayagunaan Tanah Terlantar