Page 237 - Gerakan-gerakan Agraria Transnasional
P. 237
La Via Campesina dan Kampanye Global Reforma Agraria
memberikan “tandingan reforma agraria” terhadap
neoliberalisme, jika (CGAR) tetap berfokus “melawan
latifundio” (perkebunan pribadi yang besar”, itu lebih
sedikit berkaitan dengan kita’. Nhampossa menambahkan,
World Bank mempromosikan gelombang baru privatisasi
tanah (di Mozambik) dan itu harus diakhiri. Kami berpikir
(CGAR) harus memperluas kekuasaannya yang juga harus
menjadi bagian dari kampanye adalah “mempertahankan
tanah”.....dan “melawan privatisasi tanah”. 123
Sementara CGAR telah memulai untuk mengambil
jalan untuk “kerangka isu global” disekitar isu umum, yang
pengaruh eksternalnya belum signifikan terhadap kam-
panye lokal/nasional. Disini dijelaskan, mengapa CGAR
membuat serangan signifikan dalam isu reforma agraria
konvensional, namun sampai saat ini tidak (belum) man-
dapat hasil yang signifikan dalam kampanye anti-forma-
lisasi dan anti-privatisasi tanah masyarakat. Namun jika
“eksternalisasi” adalah kunci sebenarnya untuk mem-
bangun jaringan transnasional yang koheren dan tahan
lama (sebagaimana argumen Tarrow) maka Via Campesina
seharusnya mempeluas kehadirannya kedalam area ini
terlebih dahulu. Dalam beberapa hal, Via Campesina kini
menghadapi dilemma: haruskah memberikan waktu dan
sumber memperluas kehadirannya ditengah keterbatas-
123 Wawancara di Rosset dengan Martinez (2005, 21-22). Via Cam-
pesina sebenarnya secara resmi meluncurkan CGAR di Afrika pada
bulan januari 2007 selama Worls Social Forum di Nairobi, pada
dasarnya meminta pengganti rugi tanah dan redistribusi tanah, yang
ditargetkan di pertanian komersial kulit putih di Afrika. Namun di
negara dimana isu tersebut secara relatif masih “hangat” (contoh
Afrika selatan, Zimbabwe, Namibia), Via Campesina hambir absen.
Wawancara penulis dengan orang dalam di Via Campesina yang
mengakui bahwa deklarasi Nairobi lebih merupakan statement
politik “agit-prop” daripada meluncurkan kampanye yang asli.
Untuk latar belakang diskusi yang lebih baik mengenai isu tanah
kontemporer di Afrika, lihat Peters (2004) dan Berry (2002).
223