Page 17 - Relasi Kuasa: Dalam Strategi Pertanahan di Desa Prigelan
P. 17
8 Aristiono Nugroho, Suharno, dan Tullus Subroto
Sesungguhnya, strategi (strategy) berkaitan dengan rencana
dan tindakan. Dalam kaitannya dengan rencana (plan), strategi
dikenali sebagai suatu rencana yang digunakan untuk mencapai
sesuatu. Sementara itu, dalam kaitannya dengan tindakan (act),
strategi dikenali sebagai suatu tindakan dalam merancang
pencapaian sesuatu (Elizabeth Walter, 2004). Dengan demikian
dalam konteks pemerintah desa, maka strategi pertanahan adalah:
(1) rencana pertanahan yang digunakan oleh pemerintah desa
untuk memberdayakan petani, atau (2) tindakan pertanahan oleh
pemerintah desa untuk mengkonstruksi pemberdayaan petani.
Strategi pertanahan yang digagas, diluncurkan, atau
diterapkan oleh pemerintah desa biasanya dimaknai berbeda oleh
banyak pihak, misal: (1) oleh pemerintah desa itu sendiri, (2) oleh
gabungan kelompok tani, (3) oleh kelompok tani, dan (4) oleh
petani. Herbert Blumer menyadari terbukanya peluang pemaknaan
ini dengan menawarkan teorinya, yang akan membantu banyak
pihak memahami proses pemaknaan tersebut. Melalui Teori
Interaksionisme Simbolik, Herbert Blumer menjelaskan, bahwa: (1)
Manusia bertindak terhadap sesuatu berdasarkan makna-makna
yang ada pada sesuatu itu bagi mereka. (2) Makna tersebut berasal
dari interaksi sosial seseorang dengan orang lain. (3) Makna-makna
tersebut disempurnakan saat proses interaksi sosial berlangsung
(lihat Ritzer, 1985:60-61).
Sementara itu, berdasarkan Teori Interaksionisme Simbolik, K.J.
Veeger (1990:9) menyatakan, bahwa masyarakat terdiri dari individu-
individu yang masing-masing berpikir sendiri, berkemauan sendiri,
berperasaan sendiri, berbadan sendiri, dan beralamat sendiri.
Lebih jauh K.J. Veeger (1990:223) mengungkapkan, bahwa sebelum
bertindak manusia mengenakan arti-arti tertentu kepada dunianya
sesuai dengan skema-skema interpretasi yang telah disampaikan