Page 199 - Mozaik Rupa Agraria
P. 199

semu  tidak  termasuk peraturan perundang-undangan  maupun
           Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN), melainkan kebijakan.
               Apakah  dalam membuat legislasi  semu  pemerintah  tetap
           harus mempertimbangkan kesesuaian kebijakan  dengan UU,
           sifat situasi yang mendesak, dan etika serta moral? Prof. Ni’matul
           Huda, SH, guru besar Hukum Tata Negara UII, berpendapat, “Ya,
           benar.

               Kalau  sudah  ada UU  yang  mengatur  tidak boleh  dibuat
           kebijakan, ia tidak boleh bertentangan dengan UU atau asas-asas
           pemerintahan yang baik.”

               Pada 23 September 2015, surat dari Kepala Kantor Pertanahan
           Bantul, Nomor 2074/834.02/IX/2015, diterima Ong, isinya Kepala
           Kantor Pertanahan Bantul meminta  petunjuk kepada Kantor
           Wilayah BPN Provinsi DIY (surat No. 1917/8-34.02/IX/2015,
           tertanggal 4 September 2015) dan telah memperoleh petunjuk dari
           yang bersangkutan (surat No. 1525/300-34/IX/2015, tertanggal 11
           September 2015). Surat itu tidak menjawab apa-apa, hanya surat
           korespondensi.

               Perjuangan Ong tidak berhenti. Ia bersama penyintas yang lain
           melapor ke Ombudsman Republik Indonesia (ORI)  perwakilan
           DIY atas dugaan tindakan maladmnisitrasi. Laporan Hasil Akhir
           Pemeriksaan (LHAP)  ORI  yang  tertuang  dalam  surat no 0052/
           LM/III/2016/YOG (9 Februari 2018) menyatakan Instruksi Kepala

               Daerah DIY tahun 1975 dipandang sudah tidak relevan dengan
           kondisi  sekarang dan  semestinya  mempertimbangkan aspek
           hukum dan perlindungan HAM sehingga tidak lagi membedakan
           warga asli atau warga keturunan, suku, agama, ras serta golongan.









           186    Mozaik Rupa Agraria: Dari Ekologi Politik hingga Politik Ruang
   194   195   196   197   198   199   200   201   202   203   204