Page 203 - Mozaik Rupa Agraria
P. 203
dalam pengertian tanah yang dikuasai langsung oleh Negara,
sebagaimana amanat Pasal 33 Konstitusi. Akan tetapi, DIY adalah
satu-satunya propinsi di Indonesia di mana UUPA, UU HAM, UU
Kewarganegaraan, dan UU Penghapusan Diskriminasi Etnis dan
Ras tidak berlaku sepenuhnya. Di sini, akrobat hukum sebuah
kebijakan dapat melompati UU dan mengabaikan Konstitusi.
Senasib dengan Ong, pada tahun 2001, Haji Budi Setyagraha,
mengajukan gugatan PTUN atas surat Kepala Kantor Pertanahan
Kabupaten Bantul, terkait penolakan pemberian Hak Milik. Pada
tingkat Pengadilan Negeri, H. Budi Setyagraha dimenangkan,
dengan argumentasi bahwa Instruksi Kepala Daerah DIY 1975
bertentangan dengan UUPA dan Keputusan Presiden No. 33
Tahun 1984.
Kantor Pertanahan mengajukan banding, Pengadilan Tinggi
PTUN memenangkan Kantor Pertanahan dan mencabut putusan
PN PTUN, dengan argumentasi surat Kepala Kantor Pertanahan
adalah korespondensi belaka dan bukan merupakan obyek PTUN.
Kasasi ke Mahkamah Agung ditempuh H. Budi Setyagraha.
Melalui Putusan MA No. 281 K/TUN/2001 gugatan kasasi itu tidak
diterima (Niet Ontvankelijke verklaard/NO) dengan alasan tidak
ada kesalahan hukum dalam putusan hakim PTUN di tingkat
Pengadilan Tinggi. Merasa tidak memperoleh keadilan, H. Budi
Setyagraha mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas putusan
MA tahun 2001. Hasilnya, melalui Putusan MA No. 56 PK/
TUN/2003, MA menguatkan putusan sebelumnya dengan alasan
bahwa Prasasti Jam (Ngejaman) di Kasultanan Yogyakarta adalah
bukti bahwa suku Tionghoa meminta perlindungan kepada Sultan
Hamengkubuwono IX.
Prasasti Ngejaman ini dijadikan alasan pemerintah provinsi DIY
sebagai filosofi dasar diterbitkannya Instruksi Kepala Daerah DIY
1975, dalam surat No. 593/00531/RO.I/2012 (8 Mei 2012) kepada Willie
190 Mozaik Rupa Agraria: Dari Ekologi Politik hingga Politik Ruang