Page 10 - Permasalahan Surat Ijin Memakai Tanah Negara sebagai Alas Hak dalam Pendaftaran Tanah di Kota Tarakan
P. 10
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Berakhirnya pemerintahan Orde Baru yang sentralistik dan
digantikan Orde Reformasi, telah melahirkan euforia politik dan
berbagai segi kehidupan lainnya. Tidak terkecuali sektor pertanahan yang
terimbas dengan lahirnya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 (UU
22/99) tentang Pemerintahan Daerah. Undang-undang ini lahir sebagai
konsekuensi penerapan asas desentralisasi, yang mana banyak kewenangan
Pemerintah dilimpahkan kepada Pemerintah Daerah (Pemda). Di antara
kewenangan yang diberikan adalah bidang pertanahan. Akibat kebijakan
tersebut, di kalangan birokrat pertanahan terjadi pertentangan yang cukup
tajam dan mengarah pada perpecahan. Tarik ulur pun terjadi antara
Pemerintah dan Pemda Kabupaten/Kota. Di kalangan politisi dan pakar
pertanahan dalam kondisi yang tidak berbeda, ada yang berpendapat
bahwa sektor pertanahan sebaiknya masih dikelola oleh Pusat, dan ada
yang sebaliknya bahwa pertanahan perlu ’diotonomikan’.
Banyak kalangan menilai bahwa penyerahan kewenangan tersebut
merupakan buah kebijakan yang kebablasan, sehingga membuat ’chaos’
institusi penyelenggara. Oleh karena itu lahir Keputusan Presiden Nomor
34 Tahun 2003 (Keppres 34/2003) yang memilah kewenangan Pemerintah
dan Pemda dalam bidang pertanahan. Keppres tersebut melahirkan
9 (sembilan) jenis kewenangan Pemerintah di bidang pertanahan
yang dilimpahkan kepada Pemda, yaitu: a) pemberian ijin lokasi; b)
penyelenggaraan pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan;
c) penyelesaian sengketa tanah garapan; d) penyelesaian masalah ganti