Page 12 - Permasalahan Surat Ijin Memakai Tanah Negara sebagai Alas Hak dalam Pendaftaran Tanah di Kota Tarakan
P. 12

Negara, diatur perijinan memakai tanah-tanah dimaksud. Dalam
             perkembangannya, Perda 19/2001 kemudian direvisi dengan Perda
             10/2004, dan terakhir pada tahun 2014 ini dilakukan revisi kembali.
             Secara legal-hirarkhis, lahirnya Perda tersebut merupakan kewajiban
             Pemko untuk menindaklanjuti amanat Keppres 34/2003. Dalam
             perkembangan kemudian, Surat Ijin Memakai Tanah Negara (SIM-TN)
             yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang, ternyata juga dijadikan
             ’alas hak’ untuk proses penerbitan sertipikat tanah di Kantor Pertanahan.
                   Hingga saat ini telah banyak dikeluarkan SIM-TN kepada
             masyarakat luas. Pemko hanya mengeluarkan batasan bahwa penerbitan
             SIM-TN tersebut harus sesuai dengan peruntukan ruang (Rencana Tata
             Ruang Wilayah = RTRW) Kota Tarakan. Sementara itu pihak Pertamina
             dan militer yang mempunyai penguasaan tanah yang luas telah mulai
             terimbas atas kebijakan SIM-TN itu. Permasalahan pertanahan baru
             pun mulai mengemuka dengan terbitnya SIM-TN, sehingga fenomena
             ini perlu dikaji proses dan implikasinya, terlebih SIM-TN tersebut juga
             dijadikan ’alas hak’ dalam pendaftaran tanah.


             2.    Permasalahan

                   SIM-TN merupakan buah kebijakan yang sangat mulia dari Pemko
             Tarakan untuk mengendalikan dan menertibkan penguasaan tanah yang
             telah dilakukan oleh warga masyarakat. Perkembanguan penguasaan
             tanah saat itu dinilai telah mulai menampakkan ketidaktertiban dan
             mengancam kelestarian lingkungan hidup. Banyak penguasaan tanah
             yang bisa dikatakan menyimpang dari peruntukan tanah sebagaimana
             tata ruang yang telah disusun.
                   Dalam implementasinya, ternyata terdapat beberapa masalah
             dalam proses penerbitan SIM-TN itu, sehingga dokumen SIM-TN yang
             berlaku juga sebagai ’alas hak’ dalam pendaftaran tanah menjadi kurang
             berkepastian hukum. Memperhatikan gejala tersebut, terbitnya SIM-TN
             di Kota Tarakan perlu dikaji secara legal-administratif dan ditinjau dari
             sudut pandang keruangan, sehingga dapat diajukan pertanyaan penelitian
             sebagai berikut:








                                                                Pendahuluan   3
   7   8   9   10   11   12   13   14   15   16   17