Page 50 - Reforma Agraria (Penyelesaian Mandat Konstitusi)
P. 50
M. Nazir Salim & Westi Utami
dengan pemihakan nyata kepada kelompok miskin, sekaligus menjamin
keadilan antar-generasi” (Shohibuddin 2018, 46). Definisi konseptual ini
melampaui praktik kebijakan dan legislasi untuk menjalankan program
RA, karena yang disasar subjek dan objek. Dari sisi subjek, relasi-relasi
antara individu, kelompok, kelas sosial, bahkan masyarakat dengan badan
hukum atau instansi pemerintah. Sementara dari sisi objek, relasi-relasi
tersebut terkait akses dan pemanfaatan atas sumber-sumber agraria yang
tidak terbatas pada tanah, tetapi juga air dan mineral yang dikandungnya,
tanaman dan sumber daya hutan yang tumbuh di atasnya, lautan dengan
segala isinya (Shohibuddin 2018). Pendefinisian RA ini jauh lebih luas
karena selama ini RA ditafsirkan secara terbatas pada praktik kebijakan
yakni redistribusi untuk memberikan aset dan akses secara luas kepada
masyarakat yang berhak.
Berangkat dari penjelasan RA di atas yang menjadi agenda strategis
pembangunan Indonesia, maka RA menjadi dasar bagi kebijakan ekonomi
nasional melalui upaya pemerataan pembangunan, pengurangan kesen-
jangan, penanggulangan kemiskinan, dan penciptaan lapangan kerja di
pedesaan. RA ditempatkan sebagai strategi membangun Indonesia dari
pinggiran dimulai dari daerah dan desa (Kastaf 2017, 6). Penulis sepakat
RA ditempatkan sebagai perspektif dalam studi-studi agraria untuk men-
jawab mandat konstitusi yakni menciptakan keadilan dan kesejahteraan,
namun di sisi lain RA juga penting ditempatkan sebagai subjek dan men-
jadi bagian studi yang terus diperdebatkan. RA sebagai subjek lebih
melihat pada program kebijakan yang menjadi pilihan atau sebagai cara
untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan. Tentu saja, studinya
fokus pada desain dan pelaksanaan program, dan penulis menempatkan
RA sebagai subjek yang mencoba menelusuri program-program kebi-
jakan, di mana hubungan relasi antar masyarakat dan negara dibidang
tanah diperdebatkan.
Pada posisi inilah kajian dalam buku ini menempatkan RA sebagai
subjek kebijakan, bukan fokus pada RA secara konseptual sebagai
perspektif yang diperluas untuk melihat keseluruhan implementasi
programnya. RA sebagai perpsektif dalam menuju keadilan dan kese-
jahteraan ditempatkan dalam ranah kebijakan sebagai suatu cara untuk
22