Page 38 - Politik Kelembagaan Agraria Indonesia: Jalan Terjal Pembentukan Kelembagaan dan Kebijakan Agraria, 1955-2022
P. 38
M. Nazir Salim, Trisnanti Widi R, Diah Retno W.
jelaskan pentingnya argumen kajian dilakukan, untuk
membantu pembaca di dalam memahami isi buku secara
keseluruhan, termasuk juga dokumen-dokumen yang
penulis gunakan dalam menjelaskan berbagai persoalan
kelembagaan agraria.
A. Pendahuluan
Sejarah awal kemunculan kelembagaan agraria yang
“membidani” lahirnya hukum agraria nasional merupakan
antitesis dari kolonialisme, atau respons atas sikap dan
perilaku kesewenang-wenangan kolonial masa lalu dalam
bidang pengelolaan sumber daya alam (agraria) yang
timpang (Sukarno, 2003). Berkaca dari produk-produk
hukum yang dikeluarkan pemerintah kolonial, respons
founding persons muncul dengan berbagai bentuk.
Sukarno sejak awal melawan kebijakan kolonialisme, kapi-
talisme, dan imperialisme Belanda seperti yang disampai-
kan dalam pidato pembelaannya di Pengadilan Kolonial
1930 (Frederick, 1977; van der Veur & Paget, 1976).
Sukarno lebih memilih menulis dan mempidatokan
responnya untuk disebarkan ke seluruh Hindia Belanda
sebagai bentuk perlawanannya atas “ketidakadilan agraria
yang nyata pada saat sebelum dan sesudah dikeluarkan-
nya Agrarische Wet”. Dalam pidatonya yang terkenal
dengan judul “Indonesia Menggugat”, Sukarno dengan
tegas menolak keberadaan Agrarische Wet karena pengu-
asaan tanah skala luas oleh swasta tidak memberi efek
positif apa pun bagi kesejahteraan masyarakat pribumi
Hindia Belanda. Pada bagian tiga pidato Indonesia Meng-
2